Sejauh ini, studi yang kredibel belum menemukan bukti bahwa cannabinoid secara signifikan mampu mengurangi rasa sakit.
Hal ini menyebabkan International Association for the Study of Pain, otoritas terkemuka dalam penelitian nyeri, menolak untuk mendukung penggunaan obat berbasis cannabinoid pada tahun 2021.
Salah satu tantangan dalam penelitian ini adalah bahwa beberapa jenis nyeri sangat rentan terhadap efek plasebo. Penelitian menunjukkan bahwa zat yang dirancang untuk meniru ganja dapat memberikan efek pengurangan nyeri yang serupa dengan ganja asli.
Ini berarti ganja memang dapat meredakan nyeri, tetapi sebagian dari efeknya mungkin berasal dari sugesti atau efek plasebo.
"Kita tidak cukup hanya mengetahui bahwa sesuatu bekerja. Kita juga perlu memahami mengapa itu bekerja agar dapat membantu pasien dengan lebih baik," kata Karin Jensen, seorang peneliti di laboratorium neuroimaging nyeri di Karolinska Institute, Swedia, dalam wawancara dengan Landau.
"Tanpa pemahaman yang jelas tentang bagaimana ganja membantu mengatasi nyeri, sulit untuk memastikan apakah itu benar-benar pengobatan terbaik bagi pasien," tambahnya.
2. Benarkah ganja aman?
Meskipun ganja tidak seberbahaya seperti opioid, penggunaannya tetap memiliki risiko. Deborah Hasin, seorang ahli epidemiologi yang telah meneliti ganja, mengatakan kepada Landau dalam sebuah artikel pada Maret 2024 bahwa ganja “dapat menimbulkan berbagai dampak pada kesehatan fisik dan mental.”
Para ahli ingin masyarakat menyadari beberapa hal. Pertama, bahwa strain (varietas) ganja saat ini jauh lebih kuat dibandingkan dengan yang digunakan beberapa dekade lalu.
Selain itu, penggunaan ganja, terutama secara rutin, dapat memicu delusi atau paranoia. Ketergantungan terhadap ganja juga bisa berkembang dan cukup umum terjadi.
Baca Juga: Kenapa Ganja Termasuk Jenis Narkotika Sementara Kecubung Tidak?
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR