Masalah pertama—ancaman dari predator asing—sebenarnya cukup jelas solusinya. Tikus dan kucing pertama kali dibawa ke Galápagos hampir 200 tahun lalu oleh para pelaut dan pemburu paus. Kedua hewan ini mampu memanjat medan terjal dan menyusup ke sarang-sarang burung laut, termasuk penguin, untuk memakan telur dan anak-anaknya.
Untuk mengatasi hal ini, Taman Nasional Galápagos bekerja sama dengan organisasi lingkungan Jocotoco meluncurkan program pemberantasan spesies invasif di Pulau Floreana, yang terletak di bagian selatan kepulauan.
Pada Oktober 2023, pengelola taman mulai membasmi tikus dan kucing liar menggunakan jebakan serta helikopter ringan tanpa awak yang menyebarkan umpan beracun dalam bentuk pelet dan sosis yang dicampur racun ke seluruh pulau.
Program ini menunjukkan hasil positif. Sebelumnya, hanya sedikit penguin yang bertahan di sana, kata Boersma, “dan itu pun dengan susah payah.” Dengan menghapus predator dan terus memantau keberadaannya, “penguin memiliki peluang nyata untuk bertahan dalam jangka panjang.”
Untuk mengatasi ancaman kedua—berkurangnya lokasi bersarang yang aman—Boersma dan timnya berencana mencari dana guna membangun sarang buatan dan membantu penguin kembali menghuni Floreana.
Ide ini muncul ketika Boersma melihat sepasang penguin bersarang di atas batuan lava tanpa naungan di Pulau Fernandina, bagian barat kepulauan. Pasangan itu bergantian menjaga telur dari sore hingga pagi, tetapi terpaksa meninggalkan sarang saat siang hari karena panas ekstrem. Akibatnya, telur-telur itu mati.
Dari pengamatan itu, Boersma menyadari bahwa kekurangan tempat bersarang yang teduh mungkin menjadi faktor utama rendahnya jumlah anak penguin yang berhasil menetas setiap tahun.
Dengan menyediakan sarang buatan di lokasi strategis, para peneliti berharap bisa membantu spesies ini berkembang biak lebih baik di tengah perubahan iklim dan tekanan lingkungan yang makin berat.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Simak ragam ulasan jurnalistik tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan pengetahuan yang mendalam!
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR