Nationalgeographic.co.id—Dinosaurus mendominasi Bumi selama lebih dari 140 juta tahun. Namun kekuasaan mereka harus berakhir akibat hantaman asteroid yang sangat besar. Mungkinkah reptil yang sudah lama punah ini dihidupkan kembali oleh para ilmuwan? Dan jika bisa, apakah kita benar-benar menginginkan kehadiran dinousarus di Bumi?
Dr. Susie Maidment, peneliti dinosaurus di Natural History Museum, menjelaskan betapa sulitnya menghidupkan kembali reptil purba. Misalnya seperti di film Jurassic Park. Apa sebabnya?
Apakah Jurassic Park mungkin terjadi di masa kini?
Konsep klasik tentang kebangkitan dinosaurus dimulai dengan nyamuk yang berisi DNA yang terawetkan dalam amber selama jutaan tahun. Namun, apakah ini kemungkinan ilmiah atau hanya fiksi belaka?
Amber adalah resin pohon yang menjadi fosil karena tekanan dan suhu tinggi. Kondisi tersebut dialami saat menghabiskan ribuan tahun ditutupi oleh lapisan sedimen. Seiring waktu, resin tersebut mengeras membentuk batu permata yang telah didambakan manusia selama ribuan tahun.
DNA dinosaurus yang dapat diawetkan di dalam serangga penghisap darah yang terkubur dalam amber ini menarik. Pasalnya, DNA mengandung informasi genetik untuk pertumbuhan dan fungsi semua makhluk hidup. Bisakah DNA purba yang ditemukan dari amber berfungsi sebagai cetak biru genetik untuk menciptakan kembali hewan yang telah punah? Misalnya dinosaurus.
Susie berkata, “Kita memang memiliki nyamuk dan lalat penggigit dari zaman dinosaurus. Dan mereka memang terawetkan dalam amber. Namun, saat mengawetkan sesuatu, amber cenderung mengawetkan kulitnya, bukan jaringan lunaknya. Jadi, Anda tidak akan mendapatkan darah yang terawetkan di dalam nyamuk dalam amber.”
Dua lalat penggigit yang terawetkan dalam spesimen amber
Hal ini berarti bahwa Jurassic Park mungkin tidak mungkin persis seperti yang ditulis Michael Crichton. Namun, pencarian DNA dinosaurus tidak berakhir di sana. Residu darah telah ditemukan di dalam serangga purba - mereka hanya tidak ditemukan dalam amber.
Sebuah makalah diterbitkan tentang seekor nyamuk dari Eosen - sekitar 45 juta tahun yang lalu. Kira-kira sekitar 20 juta tahun setelah dinosaurus punah. Nyamuk itu terawetkan dalam sedimen danau dan memiliki pigmen merah di perutnya. Ketika mereka menguji pigmen itu secara kimia, mereka menemukan porfirin yang berasal dari hemoglobin.
Porfirin adalah produk pemecahan hemoglobin. Sedangkan hemoglobin merupakan protein merah yang membawa oksigen ke seluruh tubuh dalam darah hampir semua vertebrata.
Baca Juga: Apakah Burung Keturunan Dinosaurus? Ini Jawaban Ahli Paleobiologi
“Suatu hari kita mungkin menemukan nyamuk atau lalat penggigit dari Mesozoikum dengan beberapa bagian darah yang masih terawetkan. Gagasan itu bukanlah hal yang mustahil,” kata Susie.
Darah dalam fosil dinosaurus
Ketika dalam keadaan tertentu darah memang terawetkan, bukan berarti para ilmuwan akan menemukan DNA di dalamnya. Jadi, meskipun darah dinosaurus ditemukan di dalam serangga purba, peluang untuk menciptakan kembali reptil darinya tidak dijamin.
Pada 2015, Susie dan rekan-rekannya menemukan apa yang mereka tafsirkan sebagai sel darah merah di dalam tulang fosil dinosaurus. Dinosaurus tersebut berasal dari Zaman Kapur.
“Kami tidak berpikir itu berasal dari kontaminasi modern. Sel darah memiliki nukleus dan Anda tidak menemukannya pada mamalia. Jadi, itu pasti sel darah merah reptil. Kami membandingkannya dengan sel darah merah dari burung. Dan perbandingan itu menunjukkan beberapa kesamaan morfologi.”
Susie dan tim membelah sel menggunakan sinar ion terfokus, seperti pisau ultra-kecil berkekuatan sangat tinggi. Mereka kemudian mewarnai inti sel untuk melihat apakah ada DNA. Namun mereka tidak menemukan apa pun.
“Bahkan jika Anda menemukan darah atau jaringan lunak, Anda belum tentu menemukan DNA,” ungkap Susie. DNA purba sejauh ini telah ditemukan dari lapisan tanah beku. Serta dari subfosil—tulang atau bagian tubuh yang belum menjadi fosil.
Namun, DNA rentan dan rusak dengan cepat. Sinar matahari memiliki efek negatif dan air juga dapat mempercepat kerusakan. Kontaminasi modern juga menjadi masalah. DNA harus ditangani dalam kondisi yang dikontrol secara ketat.
Saat ini, DNA tertua yang pernah ditemukan berusia sekitar satu juta tahun, meskipun mungkin lebih muda. DNA yang 66 kali lebih tua harus ditemukan untuk mencapai usia dinosaurus.
Cara membuat DNA dinosaurus
Jika DNA dinosaurus ditemukan, apa yang terjadi selanjutnya? Bayangkan jika Anda bekerja di fasilitas rekayasa genetika Jurassic Park. Maka Anda cukup menggabungkannya dengan DNA katak dan menciptakan kembali reptil yang telah punah.
“Di Jurassic Park, mereka mengatakan bahwa mereka menemukan DNA yang terfragmentasi. Mereka mengidentifikasi di mana lubang-lubang itu berada dan mengisinya dengan DNA katak. Namun masalahnya adalah Anda tidak tahu di mana lubang-lubang itu berada jika Anda tidak memiliki seluruh genom,” jelas Susie.
Genom adalah rangkaian DNA lengkap dari makhluk hidup. Tanpa genom lengkap, mustahil untuk mengetahui bagian-bagian DNA mana yang telah ditemukan. Sehingga, mustahil untuk mengisi celah-celah untuk membangun hewan utuh.
Namun jika ilmuwan memiliki seluruh genom dan akan mengisi lubang-lubang itu dengan fragmen-fragmen, maka mereka pasti tidak akan melakukannya dengan katak. Karena, katak adalah amfibi.
Jika ilmuwan akan mengisi celah-celah itu, mereka akan menggunakan DNA burung, karena burung adalah dinosaurus. Atau Anda mungkin melakukannya dengan DNA buaya, karena mereka memiliki nenek moyang yang sama.
Bisakah ilmuwan mengklonakan dinosaurus?
DNA rusak seiring waktu. Dinosaurus punah sekitar 66 juta tahun yang lalu. Dan dengan begitu banyak waktu yang telah berlalu, sangat tidak mungkin DNA dinosaurus masih ada hingga saat ini. Sementara tulang dinosaurus dapat bertahan hidup selama jutaan tahun, DNA dinosaurus hampir pasti tidak.
Namun, beberapa ilmuwan terus mencarinya - untuk berjaga-jaga.
Jadi, sepertinya mengklonakan dinosaurus tidak mungkin dilakukan. Namun cara alternatif untuk menciptakan kembali hewan yang punah adalah dengan merekayasa balik hewan tersebut. Cara ini melibatkan memulai dengan hewan yang masih hidup dan bekerja mundur menuju reptil purba. Mencoba membalikkan setidaknya 66 juta tahun evolusi.
Susie menjelaskan, “Anda dapat mengambil ayam dan merekayasa genetikanya sehingga memiliki gigi atau ekor yang panjang. Namun, meskipun Anda melakukannya, itu bukan dinosaurus, karena direkayasa balik.”
Menghidupkan kembali hewan yang punah
Namun, menciptakan kembali dinosaurus atau hewan punah lainnya, dapat menimbulkan beberapa dilema etika.
“Anda mungkin tertarik pada dasar genetik berbagai makhluk hidup atau pada urutan karakter yang saling terkait. Misalnya jika Anda menumbuhkan gigi, apakah Anda juga secara otomatis menumbuhkan cakar? Namun, bagaimana dengan hewan yang punah secara alami, mungkin 150 juta tahun yang lalu? Mereka mungkin tidak akan mengenali apa pun di dunia ini jika Anda menghidupkannya kembali.
“Apa yang akan dimakannya saat rumput belum berevolusi saat itu? Apa fungsinya, di mana kita menaruhnya, apakah ada yang memilikinya?” tanya Susie.
Upaya untuk menghidupkan kembali dinosaurus menghadirkan banyak peringatan secara ilmiah dan etis. Dan membuat sesuatu untuk ditaruh di kebun binatang atau taman hiburan seperti Jurassic World kemungkinan bukanlah jawabannya. Jadi untuk saat ini dinosaurus mungkin akan tetap aman di masa lalu. Namun, menggunakan rekayasa genetika untuk menghidupkan kembali hewan yang punah mungkin dianggap masuk akal dalam beberapa keadaan.
“Saya pikir ada kemungkinan argumen untuk menghidupkan kembali sesuatu yang telah punah karena kita manusia. Jadi, jika seseorang akan menghidupkan kembali merpati penumpang, maka saya pikir Anda dapat membenarkannya. Mereka hidup dalam ekosistem modern dan dapat menyesuaikan diri.
Jurassic Park mungkin tidak menampilkan kebangkitan dinosaurus dengan tepat. Namun tetap saja ada satu hal yang sangat berharga, Susie menyimpulkan:
“Seperti yang dikatakan Dr. Malcolm dalam Jurassic Park – ‘hanya karena Anda bisa, bukan berarti Anda harus melakukannya.’”
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR