Nationalgeographic.co.id—Spinosaurus, salah satu dinosaurus yang mulai terkenal melalui film Jurassic World ini ternyata sempat membuat bingung para ilmuwan yang meneliti bagaimana cara ia berburu. Ada yang mengatakan bahwa spinosaurus dapat berenang, tetapi yang lain percaya bahwa ia hanya mengarungi air seperti burung bangau.
Spinosaurus adalah dinosaurus karnivora terbesar yang pernah ditemukan. Ia bahkan jauh lebih besar dari T. rex. Akan tetapi, cara berburu spinosaurus telah menjadi bahan perdebatan selama beberapa dekade.
Menurut ilmuwan, sangatlah sulit untuk menebak perilaku hewan yang hanya kita ketahui dari fosilnya saja. Karena mengamati anatomi dinosaurus spinosaurid tidak cukup untuk memecahkan misteri tersebut, maka sekelompok ahli paleontologi menerbitkan sebuah studi baru di jurnal Nature yang mengambil pendekatan berbeda, yaitu memeriksa kepadatan tulang mereka.
“Catatan fosil itu rumit—di antara spinosaurid, hanya ada segelintir kerangka parsial, dan kita tidak memiliki kerangka lengkap untuk dinosaurus ini,” kata Matteo Fabbri, seorang peneliti di Field Museum dan penulis utama studi.
Ia juga menambahkan,“Studi lain telah difokuskan pada interpretasi anatomi, tetapi jelas jika ada interpretasi yang berlawanan mengenai tulang yang sama, ini sudah menjadi sinyal yang jelas bahwa mungkin itu bukan proksi terbaik bagi kita untuk menyimpulkan ekologi hewan yang punah.”
Dengan menganalisis kepadatan tulang Spinosaurus dan membandingkannya dengan hewan lain seperti penguin, kuda nil, dan buaya, tim tersebut menemukan bahwa Spinosaurus dan kerabat dekatnya Baryonyx memiliki tulang padat yang memungkinkan mereka dapat menyelam di bawah air untuk berburu.
Sementara itu, dinosaurus terkait lainnya yang disebut Suchomimus memiliki tulang yang lebih ringan yang akan membuatnya kesulitan untuk berenang. Jadi kemungkinan besar ia hanya mengarungi air atau menghabiskan lebih banyak waktu di darat seperti dinosaurus lainnya.
“Ide untuk penelitian kami adalah, jelas kita dapat menafsirkan data fosil dengan cara yang berbeda. Namun, bagaimana dengan hukum fisika umum?” kata Fabbri. “Ada hukum tertentu yang berlaku untuk semua organisme di planet ini. Salah satu hukum ini berkaitan dengan kepadatan dan kemampuan untuk tenggelam ke dalam air.”
Para ilmuwan telah mengetahui bahwa Spinosaurus menghabiskan sebagian waktunya di air—rahangnya yang panjang seperti buaya dan gigi berbentuk kerucut mirip dengan predator akuatik lainnya, dan beberapa fosil telah ditemukan dengan perut penuh ikan.
Selama ini, dinosaurus non-unggas (dinosaurus yang tidak bercabang menjadi burung) merupakan satu-satunya kelompok yang tidak memiliki penghuni air. Hal itu berubah pada tahun 2014, ketika kerangka Spinosaurus baru dideskripsikan oleh Nizar Ibrahim di Universitas Portsmouth.
Fabbri dan rekan-rekannya, termasuk penulis korespondensi Guillermo Navalón di Universitas Cambridge dan Roger Benson di Universitas Oxford, menyusun kumpulan data penampang tulang paha dan tulang rusuk dari 250 spesies hewan yang sudah punah dan masih hidup, baik yang hidup di darat maupun di air.
Para peneliti membandingkan penampang ini dengan penampang tulang dari Spinosaurus dan kerabatnya Baryonyx dan Suchomimus.
Pada dasarnya, tim harus menunjukkan bukti konsep di antara hewan yang masih hidup yang kita tahu pasti akuatik atau tidak, dan kemudian menerapkannya pada hewan yang sudah punah yang tidak dapat kita amati.
Ketika para peneliti menerapkan tulang dinosaurus spinosaurus pada paradigma ini, mereka menemukan bahwa Spinosaurus dan Baryonyx sama-sama memiliki jenis tulang padat yang dikaitkan dengan perendaman penuh. Sementara itu, Suchomimus yang berkerabat dekat memiliki tulang yang lebih berongga. Ia masih hidup di air dan memakan ikan, sebagaimana dibuktikan oleh moncongnya yang menyerupai buaya dan gigi berbentuk kerucut, tetapi berdasarkan kepadatan tulangnya, ia sebenarnya tidak berenang.
"Kabar baik dari penelitian ini adalah sekarang kita dapat beralih dari paradigma di mana Anda perlu mengetahui sebanyak mungkin tentang anatomi dinosaurus untuk mengetahui ekologinya, karena kami menunjukkan bahwa ada proksi lain yang dapat diandalkan yang dapat Anda gunakan,” tutur Fabbri.
“Jika Anda memiliki spesies dinosaurus baru dan Anda hanya memiliki beberapa tulangnya, Anda dapat membuat kumpulan data untuk menghitung kepadatan tulang, dan setidaknya Anda dapat menyimpulkan apakah dinosaurus itu akuatik atau tidak," pungkasnya.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | SciTechDaily |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR