Nationalgeographic.co.id—Saat melihat gambar dinosaurus, kini kita tak hanya mengetahui bagaimana bentuknya, namun juga warna kulit ataupun bulunya. Lantas, bagaimana para ilmuwan dapat menentukan warna-warna dinosaurus tersebut?
Fosil dinosaurus ditemukan dalam bentuk jejak, tulang, dan kulit langka yang memperlihatkan tekstur sisik dinosaurus. Tetapi tidak diketahui warnanya.
Namun, lebih dari satu dekade yang lalu, gambaran itu mulai berubah. Rahasia warna dinosaurus sudah ada sejak lama. Ahli paleontologi hanya perlu menemukannya.
Salah satu petunjuk penting datang dari pemahaman bahwa dinosaurus masih ada di sekitar kita. Dan burung adalah dinosaurus yang masih hidup, yang pertama kali berevolusi pada zaman Jurassic. Burung juga merupakan satu-satunya garis keturunan dinosaurus yang dapat bertahan hidup dari kepunahan massal pada akhir zaman Cretaceous.
Dengan mengamati dinosaurus yang masih hidup tersebut, ahli paleontologi dapat memperoleh wawasan baru tenang kehidupan dinosaurus non-unggas yang telah punah.
Fakta bahwa banyak dinosaurus yang telah punah memiliki bulu dan penutup tubuh seperti bulu pada dasarnya mengubah pandangan kita tentang dinosaurus tersebut.
Dilansir laman Natural History Museum of Utah, petunjuk penting berikutnya datang dari tempat yang tak terduga. Sejak abad ke-19, ahli paleontologi telah mengetahui bahwa tinta cephalopoda (kelompok hewan laut seperti cumi-cumi dan gurita) yang membatu terkadang membawa pigmen aslinya.
Kemudian, pada tahun 2006, ahli paleontologi Jakob Vinther sedang mengamati fosil tersebut di bawah mikroskop ketika ia melihat gumpalan kecil di kantung tinta invertebrata tersebut.
Awalnya, bola-bola kecil ini dianggap sebagai bakteri yang membatu, tetapi setelah penyelidikan lebih lanjut, Vinther menemukan bahwa ini adalah organel pembawa pigmen yang disebut melanosom. Dan jika melanosom dapat diawetkan dalam cephalopoda prasejarah, mengapa tidak di jaringan lain seperti bulu dinosaurus?
Kemudian, pada tahun 2010, dinosaurus berwarna penuh mulai muncul dalam literatur ilmiah. Melanosom yang membatu pada bulu prasejarah dibandingkan dengan melanosom pada burung hidup untuk merekonstruksi warna bulu dinosaurus di masa lalu.
Teknik ini tidak bisa digunakan untuk beberapa warna, seperti kuning yang dihasilkan oleh bahan kimia alami (bukan melanosom). Namun, tak lama kemudian para ahli paleontologi mulai berhasil menebak warna-warna dinosaurus, mulai dari Anchiornis yang mirip burung murai hingga penguin raksasa.
Baca Juga: Pertama dan Paling Akurat, 'Dinosaurus Ompong' Dipamerkan di Museum
Beberapa dinosaurus berbulu memiliki kilau gelap berkilauan seperti burung gagak, yang lain memiliki ekor bergaris merah dan putih, dan ada juga yang memiliki warna pelangi—tidak jauh berbeda dengan beberapa jenis burung masa kini.
Para ahli bahkan mampu menerapkan teknik yang sama pada beberapa kulit dinosaurus. Misalnya, dinosaurus bertanduk Psittacosaurus dan dinosaurus berlapis baja Borealopelta, yang memiliki warna lebih gelap di bagian atas dan lebih terang di bagian bawah untuk menciptakan semacam kamuflase yang disebut countershading.
Hal ini tidak hanya memberi tahu kita tentang warna dinosaurus ini, tetapi juga seperti apa lingkungan mereka dan bagaimana mereka hidup. Kedua dinosaurus herbivora ini harus selalu waspada terhadap predator, jadi pola warna di tubuh mereka yang bisa membingungkan atau menyamarkan bentuk tubuh mungkin membantu mereka agar tidak mudah terlihat oleh predator.
Namun, ada beberapa keterbatasan pada teknik ini. Fosil yang mengawetkan melanosom di kulit atau bulu relatif langka dan butuh waktu lama untuk dipelajari secara mendetail.
Dan meskipun melanosom bisa membantu para ahli mengenali beberapa warna—seperti hitam, abu-abu, cokelat kemerahan, dan warna mengilap—ada sebagian dari rentang warna dinosaurus yang belum bisa dideteksi sepenuhnya.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR