Nationalgeographic.co.id – Jika scrolling media sosial membuat otak Anda pusing, Anda tidak sendirian.
Saat menelusuri linimasa, terkadang kita melihat percakapan, foto, dan lelucon yang dilemparkan antarteman, di mana kita tidak terlibat di dalamnya.
Menurut sebuah studi terbaru dari Social Science Computer Review, pengamatan ini dapat membuat kita merasa ditinggalkan dan terkucil. Pada akhirnya, perasaan terisolasi tersebut mengganggu kemampuan berpikir rasional kita.
Baca Juga : Kleptomania, Gangguan Mental Yang Membuat Penderita Gemar Mencuri
Para peneliti dari University Buffallo mengobservasi profil 194 orang untuk menguji efek eksklusi sosial terhadap pikiran manusia. Setengah partisipan diminta untuk melihat interaksi kedua temannya di Facebook yang tidak melibatkan mereka. Sementara kelompok satunya melihat postingan tanpa interaksi teman-temannya.
Hasilnya menunjukkan bahwa partisipan yang berada di kelompok pertama mengalami emosi negatif. Selain itu, menurut peneliti, mereka juga memiliki “pemikiran yang terhambat” – membuatnya lebih rentan terhadap rangsangan seperti iklan.
Mengapa merasa dikucilkan berpengaruh pada kecerdasan seseorang? Peneliti mengatakan, membentuk hubungan dan menjadi anggota dalam sebuah kelompok adalah dua motivasi mendasar dari perilaku manusia. Oleh sebab itu, kebanyakan dari kita mencurahkan banyak energi untuk menyesuaikan diri.
Beberapa ilmuwan memiliki teori bahwa manusia telah berevolusi secara otomatis untuk merespons hal apa pun yang membuat dirinya merasa dikecualikan. Ini dilakukan demi meminimalkan kemungkinan ditolak.
Pada masyarakat awal, penolakan sosial bisa berupa perbedaan akses ke beberapa sumber daya -- seperti makanan dan tempat tinggal – sehingga sangat berpengaruh hidup dan mati mereka.
Di masa sekarang, menyesuaikan diri sangat penting bagi manusia. Jadi, ketika kita merasa tidak cocok atau tidak diterima, perasaan negatif biasanya akan meroket.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penolakan dapat menimbulkan konsekuensi psikologis seperti kemarahan, kecemasan, dan mati rasa. Di sinilah fungsi pengaturan otak bekerja untuk membuat kita merasa lebih baik. Redistribusi energi mental tersebut dapat menghambat pikiran cerdas kita untuk sementara.
Baca Juga : Peneliti: Kematian Akibat Selfie Sangat Tinggi, 259 Kasus Sejak 2011
Dengan kata lain, saat menelusuri unggahan Instagram, tanpa sadar otak kita begitu sibuk dengan memerangi perasaan terkucil tersebut sehingga tidak bisa berpikir ke yang lainnya.
Oleh sebab itu, melakukan detoksifikasi teknologi secara rutin dapat menghilangkan stres dan memperbaiki kehidupan kita. Namun, jika memang media sosial sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dan tidak bisa lepas darinya, apa yang sebaiknya harus dilakukan?
Cobalah atur waktu dan tentukan tujuan apa yang ingin didapat dari media sosial. Hindari scroll Instagram secara berlebihan karena apa yang dilihat di sana memengaruhi pikiran kita tanpa disadari.
Dan jika Anda merasa diabaikan oleh teman-teman yang sedang asyik berinteraksi di dunia maya, ingatlah bahwa: pengucilan sosial tersebut biasanya terjadi tanpa disadari, bukan karena berniat jahat.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | mindbodygreen.com |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR