Nationalgeographic.co.id—Berbekal peruntungan, Hofland berangkat dari Belanda menuju Jawa. Bermula dari kerjasamanya dengan VOC dalam perdagangan kopi. Kelak, ia berperan dalam membangun pondasi sebuah kabupaten di Jawa Barat, Kabupaten Subang.
Peter William Hofland memulai karirnya sebagai pedagang kopi berkat kerjasamanya dengan VOC. Pada 1840, Skelton menjual saham yang kemudian oleh Hofland dan saudaranya diakuisisi dan meneruskan Pamanoekan en Tjiasemlanden.
Dilansir dari ANRI, dalam naskahnya berjudul Citra Kabupaten Subang dalam Arsip yang diterbitkan tahun 2015, menyebut bahwa Pamanoekan en Tjiasemlanden diperkirakan sudah berdiri sejak tahun 1812 dan diteruskan secara berangsur-angsur hingga ke tangan Hofland bersaudara.
"Luas tanahnya hampir mencakup seluruh wilayah Subang, membentang dari pesisir utara hingga puluhan kilometer ke selatan. Ia mengembangkan lahan bersama saudaranya bernama T.B. Hofland" tambah tim penyusun naskah dari ANRI.
Pada 1858, ia membeli saham kebunnya secara utuh dari saudaranya, menandai bahwa Peter Hofland telah menjadi pemilik tunggal dari perusahaan perkebunan super luas, Pamanoekan en Tjiasemlanden. Berkat ketekunannya, lahan perkebunan semakin meluas dan produktif.
Halaman berikutnya...
Ia menanam sejumlah kina, karet, kopi hingga teh yang membentang luas. Hampir seluruh wilayah Pamanoekan en Tjiasemlanden yang kelak menjadi batas-batas geografis Kabupaten Subang.
Ia membuat patok-patok, memberikan batasan yang tegas bagi wilayah perkebunannya yang mulai meluas. Lepas dari perkebunannya, ia turut membangun sejumlah infrastruktur yang kini masih digunakan oleh rakyat Subang.
Jan ten Brink dalam bukunya berjudul Op de grenzen der Preanger. Reisschetsen en mijmeringen, yang diterbitkan pada tahun 1861, menjelaskan tentang perjalanan Hofland dalam membangun peradabannya di Subang.
"Hofland mengembangkan bisnis yang juga berimbas baik pada penduduk lokal dengan membuka pasar lokal untuk masyarakat dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan pasar lainnya," tulis ten Brink.
Ia menjadi sosok yang disegani, utamanya bagi masyarakat yang tinggal di areal perkebunan Pamanoekan & Tjiasem Landen Lands. "Dia adalah tuan tanah yang sangat dihormati di masyarakat, tak hanya karena kekayaannya, dialah raja agung yang mulia," imbuhnya.
Baca Juga: Subang Larang, Wanita Muslim di Pajajaran dalam Cerita Rakyat Subang
"Ia menerapkan semacam 'imperialisme humanistik' dimana dia mengangkat pegawai perkebunan dari masyarakat lokal yang digaji dengan layak. Hofland juga sering menaikan upah pegawai yang dapat memenuhi target kerja dan pencapaian produksi yang memuaskan," ungkap Sopiana. Semacam membuka lapangan kerja bagi kaum bumiputera untuk memperoleh kehidupan yang layak.
Hofland dikenal bersahabat baik dengan penduduk lokal. Jasanya juga dapat ditunjukan dengan pendirian sekolah bagi kaum bumiputera setempat yang dinamakan sekolah desa. Selain itu, ia juga membenahi infrastruktur umum yakni jembatan dan jalan.
"Ia membagun jembatan dan jalan-jalan yang ia gunakan untuk distribusi hasil perkebunan, di beberapa tempat masih ditemukan jalur-jalur kereta kecil untuk menggangkut tebu," tambahnya.
Hofland memutuskan untuk membangun rumah pribadinya di wilayah Ciherang, sekitar tahun 1850. "Kediaman Hofland diperkirakan terletak di sebelah utara lapangan golf atau yang sekarang menjadi alun-alun Subang," tambahnya.
"Disana juga ia membangun gedung untuk perkantoran tempat administrasi perkebunannya, rumah-rumah pegawai. Gedung tersebut pada waktu itu dinamakan gedung gede, gedung terkenal sampai saat ini adalah wisma karya dipusat kota Subang saat ini," lanjutnya.
Banyaknya infrastruktur yang dibangun, secara tegas menjadi penanda dalam membagi wilayah geografis P & T Lands sebagai cikal bakal lahirnya Kabupaten Subang. "Abad ke-19, para pemilik perkebunan memiliki hak eigenom untuk menentukan batas wilayahnya," tulis Sopiana.
Pian Sopiana bersama dengan rekannya, menulis kepada jurnal Historia Madania, dalam jurnalnya berjudul Peran Peter William Hofland dalam Mengelola Tanah Partikelir Pamanoekan en Tjiasem Landen Subang Tahun 1802-1874, publikasi tahun 2020.
"Hak eigenom yang didapat oleh Hofland, dimanfaatkannya untuk membagi wilayah perkebunannya menjadi 8 kademangan," tambahnya. Pembagian tersebut diantaranya, Kademangan Batu Sirap (Cisalak), Sagalaherang, Ciherang, Pagaden, Pamanukan, Ciasem, Malang (Purwadadi), dan Kalijati -nantinya menjadi kecamatan-kecamatan di Subang.
Baca Juga: Jelajah Tengara-Tengara Cirebon
Kemudian, Hofland mengusulkan beberapa nama dari para Demang untuk diusulkan kepada Gubernur Hindia Belanda untuk diangkat secara resmi. "Itu terjadi pada Raden Tanu Diraja, yang diangkat sebagai hofd (demang) Ciherang pada 18 Agustus 1859," ungkap Sopiana.
Berkat perkebunannya dan pembagian kademangan yang resmi, membuat batasan geografis Subang menjadi jelas. Infrastruktur yang memakmurkan penduduk lokal juga menjadi sebuah landmark bagi Kabupaten Subang.
"Hofland tutup usia di Subang pada 4 Februari 1872, dengan mewariskan sejumlah tanah perkebunan Pamanoekan en Tjisem Landen kepada anak pertamanya, Yohanues Theodous Hofland," pungkas Sopiana. Ia di makamkan di kerkhof, Sukamaju, Kota Subang.
Patung perunggu Tuan Hofland dibuat oleh pematung Belanda, A. Cattier di Bruxelles tahun 1878, untuk melekatkan ingatan kepada jasa-jasa seorang Belanda yang mulia, Peter William Hofland.
Baca Juga: Temuan Fosil Stegodon trigonocephalus di Sumedang Siap Direkonstruksi
Source | : | ANRI,jurnal Historia Madania |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR