Nationalgeographic.co.id—Tidak seperti vertebrata, tumbuhan tidak memiliki sistem kekebalan adaptif. Meskipun demikian, tanaman dapat meluncurkan respons imun yang spesifik dan toleran terhadap diri sendiri dan membangun memori imun. Untuk meningkatkan virulensi, patogen menyuntikkan molekul efektor yang menargetkan pusat pensinyalan kekebalan yang dilestarikan ke dalam sel tanaman.
Kilatan petir dan tarian aurora mengandung materi keempat yang dikenal sebagai plasma. Ini yang dimanfaatkan para peneliti untuk menghasilkan gas yang dapat mengaktifkan kekebalan tanaman terhadap penyakit yang menyebar luas.
Tim, yang berbasis di Universitas Tohoku di Jepang, menerbitkan temuan mereka pada 24 Juni di jurnal PLOS One. Makalah tersebut diberi judul Activation of plant immunity by exposure to dinitrogen pentoxide gas generated from air using plasma technology.
“Saat ini, pestisida kimia adalah andalan pengendalian penyakit di pertanian, tetapi mereka dapat mencemari tanah dan merusak ekosistem,” kata penulis makalah Sugihiro Ando, profesor di Sekolah Pascasarjana Ilmu Pertanian di Universitas Tohoku. “Kita perlu mengembangkan teknologi pengendalian penyakit tanaman yang dapat membantu membangun sistem pertanian yang berkelanjutan. Penggunaan kekebalan tanaman adalah salah satu metode pengendalian penyakit yang paling efektif. Sebab, memanfaatkan ketahanan bawaan tanaman dan memiliki dampak lingkungan yang rendah.”
Para peneliti menggunakan perangkat yang dikembangkan sebelumnya yang memperoleh plasma dari udara. Perangkat menghasilkan dinitrogen pentoksida, spesies nitrogen reaktif (RNS). Molekul ini terkait dengan spesies oksigen reaktif (ROS), di mana keduanya merusak sel dan memicu respons stres spesifik pada organisme.
"Sudah diketahui bahwa spesies reaktif merupakan faktor sinyal penting dalam respon imun tanaman. Tetapi fungsi fisiologis spesifik dari dinitrogen pentoksida kurang dipahami," kata Ando. "Tanaman menghasilkan spesies reaktif sebagai respons pertahanan ketika mereka melihat stimulus infeksi dari patogen. Spesies reaktif yang dihasilkan berfungsi sebagai molekul sinyal yang berkontribusi pada aktivasi kekebalan tanaman."
Menurut Ando, spesies reaktif terkait dengan hormon tanaman seperti asam salisilat, asam jasmonat dan etilen. Itu yang membantu mengatur kekebalan tanaman, tetapi fungsi fisiologis dinitrogen pentoksida kurang dipahami.
"Karena spesies reaktif diketahui memiliki fungsi penting dalam kekebalan tanaman, kami menganalisis paparan cuaca tanaman terhadap gas dinitrogen pentoksida yang dapat meningkatkan ketahanan terhadap penyakit," kata Ando.
Para peneliti mengekspos selada thale, tanaman kecil yang biasa digunakan sebagai sistem model untuk penelitian ilmiah. Tanaman ini diekspos ke gas dinitrogen pentoksida selama 20 detik sehari selama tiga hari. Tanaman kemudian terinfeksi dengan salah satu dari tiga patogen tanaman umum: jamur, bakteri atau virus. Tanaman yang mengandung cendawan atau virus menunjukkan perkembangan patogen yang terhambat. Sedangkan tanaman yang mengandung bakteri memiliki perkembangbiakan yang sama dengan tanaman kontrol.
“Hasil ini menunjukkan bahwa paparan gas dinitrogen pentoksida dapat mengendalikan penyakit tanaman tergantung pada jenis patogennya,” kata Ando.
Baca Juga: Ekstrak dari Akar Tanaman Ini Efektif Mengelola Diabetes Tipe-2
Baca Juga: Krisis Pangan Akibat Iklim, Genetika Tanaman Buatan Jadi Solusinya
Baca Juga: Selidik Tanaman Karnivora, Bagaimana Kemampuannya Berevolusi?
Baca Juga: Dari Candi Sampai Sains, Mengapa Ilustrasi Botani Itu Penting?
Analisis genetik mengungkapkan bahwa gas tersebut secara khusus mengaktifkan jalur sinyal asam jasmonic dan etilena. Tampaknya mengarah pada sintesis molekul antimikroba, yang menurut Ando mungkin telah berkontribusi pada resistensi penyakit yang diamati.
“Gas dinitrogen pentoksida dapat digunakan untuk mengaktifkan kekebalan tanaman dan mengendalikan penyakit tanaman,” kata Ando. “Melalui teknologi plasma, gas dapat dihasilkan dari udara dan listrik tanpa bahan khusus. Gas tersebut juga dapat diubah menjadi asam nitrat, jika dilarutkan dalam air. Ia juga digunakan sebagai pupuk bagi tanaman. Teknologi ini dapat berkontribusi pada pembangunan pabrik. Sistem pertanian berkelanjutan sebagai teknologi bersih dengan dampak lingkungan yang minimal."
Selanjutnya, para peneliti berencana untuk mempelajari bagaimana teknologi mereka bekerja dengan tanaman dan budidaya rumah kaca.
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo
Source | : | Tohoku University |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR