Nationalgeographic.co.id—Tahun 1615, seorang samurai dari Kekaisaran Jepang pergi ke Vatikan dan bertemu dengan Paus, pemimpin Gereja Katolik.
2 tahun sebelumnya, delegasi Kekaisaran Jepang berangkat ke Eropa. Mereka berupaya menjalin hubungan komersial dan agama dengan negara-negara Katolik.
Dipimpin oleh seorang samurai bernama Hasekura Tsunenaga, delegasi itu melintasi Samudra Pasifik. Mereka melakukan perjalanan melintasi Meksiko sebelum tiba di pantai Eropa.
Di masa itu, orang Jepang menarik perhatian para raja, pedagang, dan paus. “Tentu saja, sang samurai Hasekura menjadi selebriti dalam ekspedisi itu,” tulis Greg Pasciuto di laman The Collector.
Namun perjalanan Hasekura terjadi pada saat yang tidak menguntungkan bagi Kekaisaran Jepang dan Eropa. Saat semangat misionaris muncul di kerajaan-kerajaan Eropa, Kekaisaran Jepang mengkhawatirkan pertumbuhan Katolik Roma di wilayah mereka.
Kehidupan Hasekura Tsunenaga
Bagi raja Eropa yang ditemuinya dalam perjalanan, Hasekura Tsunenaga memiliki latar belakang yang mengesankan. Ia lahir pada tahun 1571, selama masa perubahan politik dan sosial yang besar di Kekaisaran Jepang.
Selama masa dewasanya, Hasekura tumbuh dekat dengan daimyo Sendai, Date Masamune. Usia keduanya hanya terpaut 4 tahun, jadi Hasekura bekerja Masamune secara langsung.
Sebagai anggota kelas samurai dan keturunan dari keluarga kekaisaran Jepang, ia menerima banyak keistimewaan. Hasekura mendapatkan pelatihan ekstensif dalam pertempuran bersenjata dan tidak bersenjata. Keduanya adalah keterampilan yang diperlukan untuk mempertahankan daimyo mana pun.
Hasekura bahkan mungkin tahu cara menggunakan arquebus. Senjata besar tersebut diperkenalkan oleh pelaut Portugis ke Jepang pada tahun 1540-an.
Terlepas dari keterampilan tempurnya, Hasekura menjalin hubungan dekat dengan daimyo-nya. Ia memosisikan dirinya sebagai seorang agen di Kekaisaran Jepang yang terus berubah.
Hasekura Tsunenaga: samurai, Katolik, dan penjelajah dunia
Selama ratusan tahun, Kekaisaran Jepang melakukan kontak dengan Tiongkok dan bagian lain di Asia Timur. Pada pertengahan abad ke-16, kekuatan Eropa muncul: Portugal dan Spanyol.
Motif orang Eropa adalah ekonomi dan agama. Spanyol, khususnya, tetap unggul dalam penaklukan tahun 1492 atas kantong-kantong Muslim terakhir di Eropa Barat.
Selain hubungan perdagangan, Spanyol dan Portugis memiliki misi menyebarkan agama Katolik ke seluruh penjuru dunia. Dan Kekaisaran Jepang cocok dengan misi itu.
Awal masuknya Gereja Katolik ke Kekaisaran Jepang benar-benar menemui kesuksesan besar. Ordo Yesuit yang dipimpin oleh Fransiskus Xaverius adalah ordo religius pertama yang tiba di pantai Jepang.
Pada akhir abad ke-16, lebih dari 200.000 orang Jepang telah masuk Katolik. Ordo Fransiskan dan Dominikan, yang disponsori oleh Spanyol, juga berperan dalam upaya penyebaran agama Katolik di Jepang.
Hasekura Tsunenaga termasuk di antara orang Jepang yang tertarik dengan ajaran Katolik. Namun salah satu alasan utamanya untuk mengambil jubah diplomat mungkin bersifat pribadi.
Pada tahun 1612, pihak berwenang di Sendai memaksa ayahnya untuk bunuh diri setelah dia dituduh melakukan korupsi.
Dengan nama keluarga Hasekura yang dipermalukan, Date Masamune memberinya satu pilihan terakhir. Hasekura ditawarkan untuk memimpin ekspedisi ke Eropa pada tahun 1613 atau menghadapi hukuman.
Melintasi Pasifik dan berhenti Meksiko
Kapal ekspedisi berlayar antara Filipina di Asia Tenggara dan kota pelabuhan Acapulco di Meksiko. Kapal tersebut sarat dengan barang-barang seperti sutra, perak, dan rempah-rempah. “Beginilah Hasekura memulai perjalanannya,” ujar Pasciuto.
Bersama rombongan sekitar 180 pedagang, orang Eropa, samurai, dan pengikut Katolik, Hasekura meninggalkan Jepang pada musim gugur 1613.
Perjalanan ke Acapulco berlangsung sekitar 3 bulan. Ekspedisi Hasekura tiba di kota itu pada tanggal 25 Januari 1614. Seorang penulis sejarah lokal, Nahua Chimalpahin, mencatat kedatangan Hasekura.
Chimalpahin menambahkan bahwa “utusan agung” (Hasekura) hanya tinggal di Meksiko untuk waktu yang singkat. Ia kemudian melanjutkan ke Eropa.
Menariknya, penulis sejarah mencatat bahwa Hasekura Tsunenaga ingin menunggu sampai dia tiba di Eropa untuk dibaptis. Bagi samurai, imbalannya akan datang di akhir.
Bertemu Paus Paulus V dan Raja Felipe III
Pemberhentian pertama Hasekura Tsunenaga di Eropa adalah Spanyol. Dia dan rombongannya bertemu dengan Raja Felipe III. Hasekura memberinya surat dari Date Masamune yang ingin mengadakan hubungan dagang.
Di Spanyol Hasekura akhirnya menerima baptisannya. Ia memilih nama baptis: Felipe Francisco. Setelah berbulan-bulan di Spanyol, Hasekura kemudian berhenti sebentar di Prancis sebelum melanjutkan ke Roma.
Pada Oktober 1615, perwakilan Kekaisaran Jepang tiba di Pelabuhan Civitavecchia. Dari sana, Hasekura akan bertemu dengan Paus Paulus V di Vatikan pada awal November.
Seperti yang telah dia lakukan dengan Raja Spanyol, Hasekura memberikan surat kepada Paus dari Date Masamune. Sama seperti dengan Spanyol, Date Masamune juga meminta kesepakatan perdagangan.
Selain itu, dia dan daimyo-nya mencari misionaris Eropa untuk memberi pengajaran agama Katolik bagi orang-orang Jepang.
Paus ternyata terkesan dengan Hasekura dan menghadiahinya kewarganegaraan kehormatan. Potret Hasekura bahkan dilukis oleh Archita Ricci atau Claude Deruet.
Saat ini, lukisan Hasekura juga dapat dilihat di lukisan dinding di Istana Quirinal di Roma.
Hasekura dan rombongan menelusuri kembali rute mereka untuk pulang. Mereka menyeberang lagi melalui Meksiko sebelum berlayar melintasi Pasifik menuju Filipina. Pada 1620, Hasekura akhirnya sampai di Kekaisaran Jepang.
Perubahan drastis di Kekaisaran Jepang
Ketika Hasekura Tsunenaga kembali dari petualangan, dia menghadapi Jepang yang telah berubah. Selama kepergiannya, Klan Tokugawa yang berkuasa di Kekaisaran Jepang menentang keras kehadiran para misionaris Katolik.
Tokugawa Hidetada takut bahwa para misionaris akan menarik orang Jepang menjauh dari nilai-nilai lokal. Ia takut kepercayaan baru itu akan membawa masyarakat pada pemberontakan. Satu-satunya cara untuk memperkuat otoritasnya adalah dengan mengusir orang Eropa dan menghapuskan Jepang dari ajaran Katolik. Termasuk para penganutnya.
Kisah Hasekura setelah dia kembali ke Jepang tidak diketahui. Raja Spanyol tidak menerima tawaran perdagangannya. Dia meninggal pada tahun 1622 karena sebab alami. Setelah 1640, keluarganya dicurigai. Putra Hasekura, Tsuneyori, termasuk di antara mereka yang dieksekusi karena menyembunyikan orang Katolik di rumahnya.
Setelah Pemberontakan Shimabara tahun 1638 yang dimotori orang Katolik gagal. Shogun pun mengusir orang Eropa dari wilayah Kekaisaran Jepang.
Jepang pun mengisolasi dirinya dari seluruh dunia. Setelah itu, menjadi seorang Katolik di sana dapat diganjar dengan hukuman mati.
Para panganut agama Katolik harus menyembunyikan keyakinannya selama 200 tahun ke depan.
Hasekura Tsunenaga: duta besar yang gagal?
Hasekura Tsunenaga adalah sosok yang memesona. Dia adalah seorang samurai yang sangat penting yang mempertahankan iman Katolik.
Hasekura bertemu dengan tokoh-tokoh penting di Eropa — Raja Spanyol dan Paus Paulus V. Dia adalah bagian dari Gereja Katolik yang semakin mengglobal. Meski begitu, kesepakatan perdagangan yang diinginkan Jepang tidak pernah tercapai.
Sebaliknya, hubungan Eropa dan Jepang pun makin menjauh. Di tempat asalnya, upaya Hasekura sebagian besar dilupakan hingga era modern.
Beberapa orang mungkin tergoda untuk melabeli Hasekura sebagai duta besar yang gagal. Lagi pula, dia kembali ke Jepang tanpa keuntungan besar.
Sebaliknya, selama periode 7 tahun, dia mencapai banyak prestasi yang hanya bisa dibanggakan oleh beberapa orang sezamannya di dunia.
Setelah kembali, dia tampaknya tetap berpegang pada keyakinan barunya. Bagi Hasekura Tsunenaga, keyakinan spiritual seperti itu pasti memiliki arti. Perjalanan global yang ia lakukan tidak semuanya sia-sia.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR