Beberapa pigmen lainnya, kuning antimonit timbal hilang dan ditemukan kembali beberapa kali sepanjang sejarah. Penggunaan pigmen kuning ini mencapai puncak popularitasnya dalam seni Eropa antara tahun 1750 dan 1850. Selama waktu ini, kuning Napoli merupakan pigmen kuning dominan yang digunakan oleh seniman lanskap. Setelah periode ini, timbal antimonat kuning perlahan-lahan digantikan oleh kuning krom dan kemudian kuning kadmium.
Uranium oranye: pigmen radioaktif
Pigmen mematikan lainnya adalah adalah uranium oranye yang merupakan produk abad ke-20. Berbeda dengan pigmen lain, uranium oranye tidak digunakan oleh pelukis, tetapi secara khusus sebagai glasir keramik.
Pada tahun 1936, rangkaian peralatan makan keramik berlapis kaca yang dikenal sebagai Fiesta (atau Fiestaware) diperkenalkan di Amerika Serikat. Fiesta asli hadir dalam lima warna – merah, biru, hijau, gading, dan kuning, dengan merah menjadi warna paling populer. Untuk mendapatkan warna merah ini, uranium oksida ditambahkan ke dalam glasir.
Sejak awal produksinya hingga tahun 1943, uranium alam telah digunakan. Selama Perang Dunia II, pasokan uranium perusahaan disita oleh pemerintah karena diperlukan untuk produksi senjata nuklir. Ketika produksi dilanjutkan pada tahun 1959, uranium yang sudah habis digunakan sebagai gantinya.
Tentu saja, uranium adalah unsur radioaktif. Menggunakan piring berlapis uranium meningkatkan risiko berkembangnya tumor atau kanker, terutama pada saluran pencernaan. Untungnya, piringan Fiesta modern tidak bersifat radioaktif, karena uranium yang sudah habis hanya digunakan dalam lapisan keramik hingga tahun 1972-73.
Timbal putih yang cerah namun mematikan dalam sejarah dunia
Salah satu pigmen yang paling umum digunakan dan menimbulkan ancaman bagi kesehatan manusia adalah timbal putih. Timbal putih berasal dari setidaknya 2.500 tahun yang lalu. “Timbal ini merupakan salah satu pigmen sintetis paling awal yang diproduksi manusia,” tambah Mingren.
Warna ini disebutkan oleh filsuf abad ke-4 SM Theophrastus dari Eresos. Dalam karyanya, On Stones, filsuf ini menyatakan bahwa timbal putih dapat diperoleh dengan mencampurkan timbal logam dengan cuka.
Resep khusus ini diulangi oleh penulis lainnya, termasuk Pliny, yang memberikan uraian berikut dalam karyanya Natural History:
“Bahan ini terbuat dari serutan timah yang sangat halus, ditempatkan di atas bejana berisi cuka yang paling kuat. Serutan pun menjadi larut. Yang dimasukkan ke dalam cuka dikeringkan terlebih dahulu, lalu ditumbuk dan diayak. Setelah itu dicampur lagi dengan cuka, lalu dibagi menjadi tablet dan dijemur selama musim panas.”
Sekitar waktu yang sama, yaitu abad ke-4 SM, prosedur serupa digunakan di Kekaisaran Tiongkok untuk memproduksi timah putih.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR