Dengan permohonannya untuk otonomi tertentu bagi penduduk asli, Chastelein tentu saja menghadapi perlawanan besar di kalangan kolonial.
Namun, ia menegaskan lagi kepada para petinggi bahwa Kekaisaran Romawi tidak akan pernah mencapai kemakmuran seperti itu jika Romawi tidak memberikan otonomi kepada masyarakat yang mereka kuasai.
Ia menganjurkan hal yang sama untuk Hindia, karena menurutnya, itulah satu-satunya cara untuk mempertahankan kendali atas koloni dalam jangka panjang. Seperti hegemoni Romawi yang berlangsung lama.
Chastelein dikenal baik terhadap para budaknya. Bagaimanapun, sejauh yang diketahui, dia memperlakukan budaknya sendiri dengan adil dan dia memiliki sesuatu yang istimewa untuk mereka setelah kematiannya.
Ketika surat wasiatnya dibuka setelah kematiannya pada usia 56 tahun, dia membebaskan 150-200 budaknya. Kebanyakan dari mereka sebelumnya telah menjadi Kristen (Protestan) atas desakan Chastelein.
Kebanyakan budak Cornelis Chastelein yang mendapatkan kembali kebebasannya berasal dari Bali. Yang lebih istimewa lagi, selain memberikan kebebasan kepada budaknya, Chastelein juga memberikan tanah miliknya di kawasan Depok.
Ini terdiri dari lima bidang tanah yang berdekatan yang dibeli atau diterimanya dari pemerintah di Batavia. Para budak yang dibebaskan menjadi pemilik bersama atas tanah tersebut, hanya (sebagian besar) kemudian bagiannya menjadi milik pribadi.
Sangat istimewanya, "kepemilikan kolektif atas tanah Depok itu berlaku untuk selama-lamanya, termasuk bagi keturunan para budak yang dibebaskan," terus Ronald Frisart. Dapat dikatakan, para budak itu telah merengkuh kemerdekaan lebih awal.
Dalam apa yang disebut 'codicillary disposition', yang ditambahkan dalam surat wasiatnya, Chastelein telah memasukkan segala macam aturan tentang bagaimana budak yang dibebaskan harus hidup bersama dan mengelola perkebunan di Depok.
Misalnya, ia menetapkan bahwa jika salah satu rumah warga di Depok rusak akibat kebakaran, maka rekonstruksi harus dilakukan atas biaya bersama 'pemegang saham' perkebunan tersebut.
Baca Juga: Kisah Orang-Orang Depok yang Terlupakan: Pribumi yang Punya Hak Khusus
Source | : | Historiek |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR