Undang-Undang Penyeimbangan Thubten Gyatso
Dalai Lama ke-13, Thubten Gyatso, meninggalkan negara itu pada tahun 1904 atas desakan muridnya dari Rusia, Agvan Dorzhiev. Dia pergi ke Mongolia, lalu Beijing.
Tiongkok menyatakan bahwa Dalai Lama telah digulingkan segera setelah dia meninggalkan Tibet. Mereka mengeklaim kedaulatan penuh tidak hanya atas Tibet tetapi juga Nepal dan Bhutan. Dalai Lama pergi ke Beijing untuk mendiskusikan situasi tersebut dengan Kaisar Guangxu. Namun sang Dalam Lama dengan tegas menolak untuk bersujud kepada Kaisar Tiongkok.
Thubten Gyatso tinggal di ibu kota Tiongkok dari tahun 1906 hingga 1908. Dia kembali ke Lhasa pada tahun 1909, kecewa dengan kebijakan Tiongkok terhadap Tibet. Tiongkok mengirimkan pasukan sebanyak 6.000 tentara ke Tibet. Dalai Lama melarikan diri ke Darjeeling, India pada akhir tahun yang sama.
Revolusi Tiongkok menyapu bersih Dinasti Qing pada tahun 1911. Saat itu Tibet segera mengusir semua pasukan Tiongkok dari Lhasa. Dalai Lama kembali ke Tibet pada tahun 1912.
Kemerdekaan Tibet
Pemerintahan revolusioner Tiongkok yang baru mengeluarkan permintaan maaf resmi kepada Dalai Lama atas penghinaan yang dilakukan Dinasti Qing. Tiongkok menawarkan untuk menariknya kembali sebagai pelindung. Thubten Gyatso menolak, menyatakan bahwa dia tidak tertarik dengan tawaran Tiongkok.
Thubten Gyatso kemudian mengeluarkan proklamasi yang disebarkan ke seluruh Tibet. Ia menolak kendali Tiongkok dan menyatakan bahwa “Kami adalah negara kecil, beragama, dan mandiri.”
Dalai Lama mengambil kendali pemerintahan internal dan eksternal Tibet pada tahun 1913. Ia bernegosiasi langsung dengan kekuatan asing, mereformasi sistem peradilan, pidana, dan pendidikan Tibet.
Konvensi Simla (1914)
Perwakilan Inggris Raya, Tiongkok, dan Tibet bertemu pada tahun 1914. Tujuan pertemuan itu adalah untuk merundingkan perjanjian yang menandai garis batas antara India dan tetangganya di utara.
Konvensi Simla memberi Tiongkok kendali sekuler atas “Inner Tibet” (juga dikenal sebagai Provinsi Qinghai). Juga mengakui otonomi “Outer Tibet) di bawah pemerintahan Dalai Lama. Baik Tiongkok maupun Inggris berjanji untuk menghormati integritas teritorial Tibet. Keduanya juga tidak ikut campur dalam pemerintahan Outer Tibet.
Source | : | thought.co |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR