Namun tak hanya digambarkan sebagai dewa kematian, melalui putra-putranya, Iapetus memiliki hubungan yang paling kuat dengan yaitu manusia. Bahkan, dewa kematian ini dianggap sebagai bapak atau kakek ras manusia.
Arti Nama Iapetus
Etimologi 'Iapetus' tidak pasti, kemungkinan berasal dari kata Yunani 'iaptein,' yang berarti 'melempar' atau 'melukai.'
Bisa jadi merujuk pada Zeus yang melemparkan Iapetus dan saudara-saudaranya ke Tartarus. Namun, kata ini juga bisa berarti bahwa Iapetus adalah orang yang melukai lawan-lawannya.
Makna yang lebih brutal dan keras di balik nama 'Iapetus' adalah kepercayaan bahwa nama itu berasal dari bahasa Yunani 'iapetus' atau 'japetus,' yang berarti 'menusuk,' yang diasumsikan dengan tombak.
Hal ini menjadikan Iapetus sebagai agresor dan memang The Piercer adalah gelar yang paling dikenal darinya. Meskipun teks tentang Titanomachy hanya ada sedikit, beberapa sumber mengatakan bahwa Iapetus adalah salah satu jenderal dalam perang melawan dewa-dewa yang lebih muda.
Iapetus akhirnya dikalahkan dalam pertarungan satu lawan satu melawan Zeus. Gambaran Iapetus sebagai pejuang dan petarung yang ganas ini sesuai dengan gelarnya sebagai The Piercer dan statusnya sebagai dewa kematian.
Akan tetapi, ada interpretasi lain untuk julukan ini yang menyebut Iapetus sebagai dewa kerajinan. Jika ia memang memainkan peran ini, maka dualitas Iapetus akan menjadi aspek yang menarik.
Akan tetapi, hanya ada sedikit bukti untuk interpretasi ini dan sebagaian besar teks tetap menyebutnya sebagai dewa kematian.
Peran dan penyebutan Iapetus dalam mitologi Yunani terkait erat dengan tindakan dan peran saudara-saudaranya. Mereka semua terlibat dalam dua perang besar dan pergolakan yang disebabkan oleh peralihan kekuasaan dari Uranus ke Cronus dan kemudian ke Zeus.
Mengingat perannya dalam perang-perang ini dan putra-putra yang dilahirkannya, Iapetus memainkan peran kecil tetapi signifikan dalam mitologi Yunani.
Baca Juga: Hemera: Dewi Yunani Kuno yang Berevolusi Bersama Fajar Menyinsing
Kejatuhan Uranus
Uranus merasa jijik dengan anak-anaknya yang dianggap buruk rupa, yaitu Cyclops dan Hecatoncheires. Karena itu, ia memenjarakan mereka di Tartarus, tempat yang gelap dan jauh di dalam bumi. Tindakan ini membuat Gaia, ibu mereka, sangat marah.
Untuk membalas dendam, Gaia meminta bantuan anak-anaknya yang lain, yaitu para Titan. Ia menciptakan sebuah sabit yang sangat tajam dari logam adamantine dan memberikannya kepada putra bungsunya, Cronus.
Ketika Uranus mendekati Gaia, empat Titan (Hyperion, Crius, Coeus, dan Iapetus) menahan Uranus, sementara Cronus menggunakan sabit itu untuk mengebirinya.
Setelah dikalahkan dan dipermalukan, Uranus melarikan diri, dan kekuasaannya sebagai penguasa langit berakhir. Cronus kemudian menjadi pemimpin baru para Titan.
Iapetus mendukung Cronus sepenuhnya selama masa pemerintahannya dalam Zaman Keemasan. Hal ini cukup menarik, mengingat Cronus adalah anak bungsu di antara para Titan, tetapi saudara-saudaranya yang lebih tua tidak pernah menantang haknya untuk menjadi pemimpin.
Tradisi ini ternyata berlanjut di generasi berikutnya, karena Zeus, yang juga anak bungsu dari enam anak Cronus dan Rhea, akhirnya menjadi pemimpin para dewa Olympian.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR