Nationalgeographic.co.id—Dalam mitologi Yunani, Algea adalah roh yang melambangkan rasa sakit, kesedihan, dan kedukaan. Mereka masing-masing diidentifikasi sebagai Lupe, Achos, dan Ania. Algea dikaitkan dengan sisi gelap pengalaman manusia. Lawan mereka adalah Charites.
Dalam bahasa Yunani, Algea berarti "rasa sakit (pikiran atau tubuh)" atau "duka". Kata ini berasal dari kata benda Yunani yang netral (netral gender), algos.
Tidak jelas di mana Algea tinggal. Tidak ada mitos yang menyebutkan tempat tinggal mereka. Meski begitu, mengingat tempat mereka merasakan sakit dan penderitaan, dapat diasumsikan bahwa Algea tinggal di Dunia Bawah di Tartarus.
Algea pertama kali muncul dalam Theogony karya Hesiod sebagai anak-anak Eris, dewi perselisihan dan pertikaian.
Dewa-dewa seperti Algea diakui di samping dewa-dewa kegembiraan dan kemakmuran, seperti Charites karena keduanya memainkan peran penting dalam menjelaskan pengalaman manusia. Bersama-sama, mereka menyoroti pasang surut kehidupan.
Algea paling sering dikenali dalam ungkapan puitis. Mereka tidak disembah tetapi justru dibangkitkan, seperti halnya Muses. Rasa sakit yang dialami seseorang menentukan Algea mana yang terlibat.
Asal Usul Mitologi
"Algea adalah roh yang dipersonifikasikan atau daimones dalam mitologi Yunani," ungkap Cierra Tolentino dalam Algea: The Greek Deities of Grief, Sorrow, and Suffering sebagaimana dimuat laman History Cooperative.
Daimones seperti Algea mencerminkan beragam aspek kondisi dan pengalaman manusia. Kehadiran mereka yang suram mengingatkan kita bahwa hidup manusia tidak selalu dipenuhi cahaya dan kebahagiaan.
Dalam Theogony karya Hesiod, Algea digambarkan sebagai tiga putri Eris, yaitu Lupe ("rasa sakit"), Achos ("kesedihan"), dan Ania ("dukacita"). Namun, ada juga versi lain, seperti yang disebutkan oleh sarjana Latin Hyginus, yang menyebutkan bahwa orang tua mereka adalah Aether dan Gaia.
Algea memiliki hubungan erat dengan Oizys, roh kesengsaraan, serta Penthos, dewa duka. Mereka merupakan kebalikan dari Charites yang penuh sukacita dan Hedone, roh kenikmatan sensual.
Baca Juga: Demokrasi Yunani: Pengaruh Filsuf dan Oligarki dalam Sejarah Politik
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR