“Saat gondola naik dari Stasiun Sōunzan, kami disambut oleh pemandangan pegunungan Hakone yang rimbun. Juga pemandangan Gunung Fuji yang menakjubkan,” katanya. “Namun saat kami melewati puncak pertama, pemandangan berubah drastis. Tiba-tiba, kami melayang di atas medan vulkanik yang tandus dan mengandung belerang, yang membuat kami benar-benar lengah.”
Jika ada tempat yang dramatis untuk istirahat makan camilan, tempat inilah tempatnya.
Alkimia kuliner
Proses pembuatan kuro-tamago merupakan perpaduan antara sains dan sedikit keajaiban kuliner. Telur segar ditempatkan dalam keranjang kawat dan direndam ke dalam sumber air panas yang menggelegak. Sumber air itu kaya akan belerang dan zat besi.
Saat telur dimasak, terjadi reaksi kimia. “Zat besi dalam air bereaksi dengan gas hidrogen sulfida, menghasilkan zat besi sulfida, yang memberi warna hitam khas pada kulit telur,” tambah Downs.
Setelah sekitar 1 jam, telur diambil, dipindahkan ke panci kukusan. Kemudian dikukus selama 15 menit untuk menyelesaikan prosesnya.
Meskipun bagian luarnya gelap, bagian dalam telur hitam itu ternyata lembut, halus, dan putih. Rasanya, yah, seperti telur. Dan meskipun aromanya kuat, rasanya hanya sedikit mengandung belerang.
“Kebanyakan orang terkejut dengan perbedaan besar antara tampilan dan rasanya,” kata Mamoru Sato, direktur Asosiasi Pariwisata Hakone.
Cita rasa yang sebenarnya ada pada pengalaman itu. Anda mengupas kulit telur yang bertinta sambil berdiri di atas gunung berapi yang masih aktif.
“Awalnya anak-anak kami ragu untuk mencobanya,” kata Chen. “Putri kami bahkan menjepit hidungnya untuk menghindari aroma belerang yang khas! Namun, setelah memecahkan cangkang dan menaburkan sedikit garam, kami semua menggigitnya. Sambil mengunyah, kami berharap dapat memperpanjang hidup kami hingga 7 tahun, seperti yang diceritakan dalam legenda.”
Baca Juga: Menurut Sains, Butuh Waktu 32 Menit Merebus Telur yang Sempurna
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR