Nationalgeographic.co.id—Ketegangan antara India dan Pakistan meningkat tajam menyusul serangan militan mematikan di Pahalgam, Kashmir yang dikelola India. Kedua negara saling bertukar tembakan di sepanjang Garis Kontrol (LOC) dan menurunkan hubungan diplomatik.
Pada tanggal 6 Mei, India mengumumkan "Operasi Sindoor", menargetkan sembilan lokasi di Pakistan dan Jammu dan Kashmir yang dikelola Pakistan, yang dituduh digunakan untuk merencanakan serangan.
Situasi ini memunculkan kekhawatiran akan konflik militer yang lebih luas antara kedua negara bersenjata nuklir tersebut, menandai konfrontasi bilateral paling signifikan sejak tahun 2019.
Akar Sejarah dan Perang Awal
Konflik berkepanjangan antara India dan Pakistan atas Kashmir, sebuah wilayah pegunungan seluas 86.000 mil persegi di ujung utara anak benua India, berakar jauh pada masa lalu kolonialnya.
Sejak tahun 1947, seperti dilansir National Geographic, kedua negara baru ini saling mengklaim kedaulatan atas wilayah berpenduduk mayoritas Muslim yang dulunya merupakan negara kerajaan.
Selama berabad-abad, dari abad ke-17 hingga ke-20, Inggris menguasai sebagian besar anak benua India, awalnya secara tidak langsung melalui Perusahaan Hindia Timur Britania, lalu sejak tahun 1858 di bawah mahkota Inggris.
Namun, kekuatan Inggris perlahan melemah, berbarengan dengan menguatnya gerakan nasionalis lokal. Tekanan untuk memberikan kemerdekaan meningkat, dan setelah Perang Dunia II, Parlemen Inggris menetapkan kekuasaan mereka akan berakhir pada tahun 1948.
Sistem elektoral terpisah yang diterapkan Inggris untuk Muslim, meskipun awalnya membatasi status mereka, justru memicu gerakan separatis yang dipimpin oleh Mohammad Ali Jinnah dari Liga Muslim India. Jinnah mulai menuntut pembentukan negara terpisah bagi populasi Muslim.
Pada tahun 1945, ia dengan tegas menyatakan, "Sudah saatnya Pemerintah Inggris secara definitif memikirkan pembagian India dan pembentukan Pakistan serta Hindustan, yang berarti kebebasan bagi keduanya."
Ketika kekerasan komunal yang mematikan meletus di seluruh India Britania, memakan puluhan ribu korban, pembagian anak benua berdasarkan agama menjadi solusi yang dianggap serius. Akhirnya, pada 14 Agustus 1947, negara Pakistan yang merdeka lahir, disusul India yang merdeka pada 15 Agustus 1947.
Baca Juga: Sains Ungkap Alasan Gurun Raksasa Thar di India Perlahan Menghijau
Dalam pembagian yang tergesa-gesa itu, lebih dari 550 negara kerajaan yang tidak diperintah langsung oleh Inggris diberi pilihan: bergabung dengan India atau Pakistan, atau tetap merdeka.
Negara kerajaan Jammu dan Kashmir, dengan mayoritas penduduk Muslim, dipimpin oleh Maharaja Hari Singh, seorang Hindu. Berbeda dengan kebanyakan penguasa lain, Singh berambisi menjadikan Kashmir negara merdeka. Ia bahkan menandatangani perjanjian standstill dengan Pakistan untuk menjaga hubungan dagang dan perjalanan, namun tidak dengan India.
Namun, di tengah gejolak pasca-pemisahan, Pakistan mulai menekan Kashmir untuk bergabung. Pemberontak pro-Pakistan yang didanai Pakistan merebut sebagian wilayah barat.
Situasi memburuk pada September 1947 saat suku Pashtun dari Pakistan menyerbu Kashmir. Terdesak oleh keadaan, Maharaja Singh meminta bantuan militer India. India bersedia membantu, namun dengan syarat: Kashmir harus bergabung dengan India.
Menghadapi invasi, Singh pun setuju. Pada Oktober 1947, ia menandatangani Instrument of Accession (Instrumen Aksesi), secara resmi menyatukan Kashmir dengan Dominion India.
Kashmir diberikan status khusus dalam konstitusi India, menjamin otonomi kecuali dalam hal komunikasi, urusan luar negeri, dan pertahanan. Status khusus ini, yang menjadi sumber perdebatan, kemudian dicabut oleh pemerintah India pada Agustus 2019.
Keputusan krusial Maharaja Singh inilah yang menjadi pemicu puluhan dekade konflik mematikan di wilayah sengketa tersebut, termasuk dua perang besar dan pemberontakan yang tak kunjung usai.
Gelombang Kekerasan dan Titik Balik
Pada tahun 1989, seperti dilansir Global Conflict Tracker, Pakistan memanfaatkan gerakan perlawanan di Kashmir yang dikelola India, menghidupkan kembali ketegangan dan kekerasan komunal.
Meskipun ada komitmen terhadap LOC tahun 1999, Perang Kargil pecah ketika tentara Pakistan melintasi garis tersebut. Sejak gencatan senjata tahun 2003, kedua negara rutin bertukar tembakan di perbatasan.
Baca Juga: Bagaimana Suku Sentinel Bisa Menjadi Bagian dari Republik India?
Kekhawatiran perang meningkat setelah serangan Mumbai pada 26 November 2008, menewaskan 166 orang (termasuk 6 warga Amerika), yang disalahkan pada Lashkar-e-Taiba (LeT) yang berbasis di Pakistan.
Optimisme singkat muncul tahun 2014 saat PM India Narendra Modi mengundang PM Pakistan Nawaz Sharif, namun hubungan memburuk pada Agustus 2014 ketika India membatalkan pembicaraan.
Momentum perdamaian terhenti pada September 2016 akibat serangan militan di Uri, menewaskan delapan belas tentara India (serangan paling mematikan dalam dekade), yang dituduhkan pada Jaish-e-Mohammad (JeM). India mengklaim "serangan bedah", sementara Pakistan membantah.
Periode 2016-2018 ditandai peningkatan bentrokan perbatasan, menyebabkan puluhan korban dan ribuan pengungsi; lebih dari tiga ribu serangan lintas batas dilaporkan tahun 2017 dan hampir seribu pada paruh pertama 2018, menewaskan lebih dari tiga ratus orang pada tahun 2017.
Pada Februari 2019, serangan di Pulwama menewaskan sedikitnya empat puluh tentara (paling mematikan dalam tiga dekade), diklaim oleh JeM.
India membalas dengan serangan udara di Pakistan, diikuti serangan udara Pakistan di Kashmir, yang meningkat menjadi pertempuran udara di mana Pakistan menembak jatuh dua pesawat India dan menangkap seorang pilot (dibebaskan dua hari kemudian).
Pada Agustus 2019, India mencabut Pasal 370 konstitusi, menghapus status khusus Jammu dan Kashmir, mengurangi otonomi mereka, yang dipandang sebagai "ketidakadilan besar" oleh Pakistan dan menandai pendekatan agresif India.
Pasca pencabutan Pasal 370, Kashmir yang dikelola India mengalami penguncian lebih dari setahun, dan pada tahun 2022-2023 India menindak media, mengubah peta elektoral, dan mengadakan pertemuan G20 di Srinagar.
Pembunuhan yang ditargetkan terhadap umat Hindu meningkat, memicu protes, dan respons India semakin militeristik. Bentrokan mematikan terus terjadi tahun 2023.
Krisis Terbaru dan Ketegangan Saat Ini
Kekerasan terus berlanjut sepanjang tahun 2024 sebagai respons terhadap upaya India mengonsolidasikan kontrol teritorial, dengan serangan menargetkan pelancong dan pekerja.
Baca Juga: Nyepi Cuma Ada di Indonesia, Ini Perbedaan Hindu Bali dengan Hindu India
Pada Juni 2024, militan menembaki bus peziarah di Reasi, menewaskan sembilan orang dan melukai lebih dari tiga puluh. Pada Oktober, tujuh orang tewas di lokasi proyek terowongan.
Hingga akhirnya, pada 22 April 2025, ketegangan memuncak setelah militan menyerang wisatawan di Kashmir, menewaskan dua puluh lima warga negara India dan satu warga negara Nepal — serangan teroris paling mematikan di India sejak Mumbai 2008.
India menyalahkan Pakistan karena melindungi kelompok yang bertanggung jawab dan menangkap dua warga Pakistan. Pakistan membantah keterlibatan dan menduga itu "false flag operation".
Meskipun tidak ada kelompok yang resmi diidentifikasi, Kashmir Resistance (cabang LeT) mengklaim tanggung jawab secara daring. Pasca serangan 22 April tersebut, tindakan saling balas mendorong hubungan bilateral ke titik terendah dalam beberapa tahun terakhir.
India menangguhkan Perjanjian Air Indus, mengakhiri rezim bebas visa dengan Pakistan, dan menutup penyeberangan Attari. Pakistan menolak penangguhan perjanjian air, memperingatkan itu "tindakan perang", menutup wilayah udara untuk maskapai India, menghentikan visa khusus, dan menangguhkan perdagangan bilateral.
Pasukan India dan Pakistan telah bertukar tembakan di sepanjang LOC setiap hari sejak serangan itu. Amerika Serikat dan China menyerukan de-eskalasi, dengan Beijing mengadvokasi penyelidikan independen.
Islamabad dan New Delhi saling melontarkan ancaman militer; angkatan laut India menguji coba rudal jarak jauh.
Pada 28 April, Pakistan menyatakan keyakinan tindakan militer India "sudah dekat" dan militernya bersiap untuk bala bantuan, sementara India melakukan tindakan keras di Kashmir, menangkap lebih dari 1.500 warga Kashmir dan menghancurkan rumah-rumah yang diduga milik militan.
--
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Dapatkan berita dan artikel pilihan tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui WhatsApp Channel di https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News di https://shorturl.at/xtDSd. Jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan ilmu dan informasi!
KOMENTAR