Dalam pembagian yang tergesa-gesa itu, lebih dari 550 negara kerajaan yang tidak diperintah langsung oleh Inggris diberi pilihan: bergabung dengan India atau Pakistan, atau tetap merdeka.
Negara kerajaan Jammu dan Kashmir, dengan mayoritas penduduk Muslim, dipimpin oleh Maharaja Hari Singh, seorang Hindu. Berbeda dengan kebanyakan penguasa lain, Singh berambisi menjadikan Kashmir negara merdeka. Ia bahkan menandatangani perjanjian standstill dengan Pakistan untuk menjaga hubungan dagang dan perjalanan, namun tidak dengan India.
Namun, di tengah gejolak pasca-pemisahan, Pakistan mulai menekan Kashmir untuk bergabung. Pemberontak pro-Pakistan yang didanai Pakistan merebut sebagian wilayah barat.
Situasi memburuk pada September 1947 saat suku Pashtun dari Pakistan menyerbu Kashmir. Terdesak oleh keadaan, Maharaja Singh meminta bantuan militer India. India bersedia membantu, namun dengan syarat: Kashmir harus bergabung dengan India.
Menghadapi invasi, Singh pun setuju. Pada Oktober 1947, ia menandatangani Instrument of Accession (Instrumen Aksesi), secara resmi menyatukan Kashmir dengan Dominion India.
Kashmir diberikan status khusus dalam konstitusi India, menjamin otonomi kecuali dalam hal komunikasi, urusan luar negeri, dan pertahanan. Status khusus ini, yang menjadi sumber perdebatan, kemudian dicabut oleh pemerintah India pada Agustus 2019.
Keputusan krusial Maharaja Singh inilah yang menjadi pemicu puluhan dekade konflik mematikan di wilayah sengketa tersebut, termasuk dua perang besar dan pemberontakan yang tak kunjung usai.
Gelombang Kekerasan dan Titik Balik
Pada tahun 1989, seperti dilansir Global Conflict Tracker, Pakistan memanfaatkan gerakan perlawanan di Kashmir yang dikelola India, menghidupkan kembali ketegangan dan kekerasan komunal.
Meskipun ada komitmen terhadap LOC tahun 1999, Perang Kargil pecah ketika tentara Pakistan melintasi garis tersebut. Sejak gencatan senjata tahun 2003, kedua negara rutin bertukar tembakan di perbatasan.
Baca Juga: Bagaimana Suku Sentinel Bisa Menjadi Bagian dari Republik India?
KOMENTAR