Nationalgeographic.co.id—Selama ini, dinosaurus cenderung dianggap sebagai hewan darat. Namun, selalu muncul pertanyaan mengenai apakah beberapa dinosaurus dapat berenang dan termasuk dalam kategori semi akuatik (menghabiskan hidupnya sebagian di air dan sebagian di darat)?
Sebuah studi pada tahun 2022 yang diterbitkan di jurnal Communications Biology mengungkap bahwa kerabat bergigi Velociraptor yang berusia lebih dari 68 juta tahun yang menunjukkan tanda-tanda perampingan yang terlihat pada tulang rusuk burung yang menyelam.
Fosil dari Mongolia selatan tersebut dikenal sebagai Natovenator polydontus yang diambil dari bahasa Latin dan Yunani untuk "pemburu perenang bergigi banyak". Temuan itu menandai pertama kalinya ciri ini terlihat pada dinosaurus di luar burung dan kerabat terdekatnya yang telah punah, dilansir laman National Geographic.
Pada banyak makhluk, tulang rusuk menjorok keluar dari tulang belakang pada sudut sekitar 90°, tetapi pada burung penyelam modern (seperti penguin dan burung kormoran) tulang rusuk miring ke bawah menuju ujung ekor hewan.
Sudut tulang rusuk dapat mempersempit bagian tengah tubuh hewan yang diukur dari punggung ke perut. Sifat ini dianggap membantu hewan menjadi ramping saat berenang di air. Adaptasi semacam inilah yang dilihat para ilmuwan pada fosil Natovenator, yang meliputi sebagian tulang rusuk yang terpelihara dengan baik.
Sebagai dinosaurus yang tersisa, burung berkembang biak di tepi air dan di luarnya. Beberapa nenek moyang purba mereka juga demikian, seperti proto-burung laut Ichthyornis dan Hesperornis.
Akan tetapi, burung hanyalah salah satu cabang dari pohon keluarga dinosaurus. Bukti mengenai dinosaurus non-unggas yang berenang di danau dan sungai masih sangat sedikit. Penemuan dinosaurus seperti Natovenator yang memiliki kerangka yang digunakan untuk berenang menunjukkan bahwa habitat dan gaya hidup dinosaurus lebih beragam daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Dinosaurus perenang
Selama dekade terakhir, para ilmuwan mulai menduga bahwa setidaknya ada satu kelompok dinosaurus yang memiliki hubungan dekat dengan air, yakni spinosaurid. Predator ini jelas lebih cenderung hidup di air dibandingkan dengan dinosaurus predator lainnya. Ada berbagai bukti anatomi dan kimia yang menunjukkan bahwa mereka setidaknya sesekali mengintai garis pantai dan mengejar ikan.
Beberapa penelitian bahkan menyatakan bahwa anggota terbesar dari famili ini, Spinosaurus, adalah "monster sungai" yang menghabiskan sebagian besar waktunya di air.
Namun, klaim ini telah ditentang selama bertahun-tahun. Sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal eLife menyatakan bahwa Spinosaurus lebih merupakan predator penyergap yang mengarungi air daripada pemburu ikan yang berenang.
Baca Juga: Rekonstruksi Habitat Dinosaurus Antarktika 120 Juta Tahun Lalu
Sebuah studi tahun 2017 menggambarkan dinosaurus perenang potensial lainnya: Halszkaraptor. Meskipun makhluk itu adalah dromaeosaurus (subkelompok dinosaurus yang mencakup Velociraptor), Halszkaraptor memiliki leher yang panjang dan mirip leher angsa.
Terlebih lagi, moncongnya—yang penuh dengan lubang untuk saraf—menunjukkan bahwa makhluk itu memiliki indra peraba wajah yang hebat seperti buaya modern, yang dapat mendeteksi gerakan mangsa di dalam air.
Pada saat itu, tim yang pertama kali mendeskripsikan fosil tersebut mengusulkan bahwa ciri-ciri anehnya mungkin membuatnya menjadi perenang semi akuatik seperti angsa atau bebek modern.
Namun, selama bertahun-tahun, beberapa ilmuwan telah membantah apakah Halszkaraptor adalah perenang semi akuatik. Alasannya sebagian karena tulang rusuk yang membatu tidak terawetkan dengan cukup baik untuk mengetahui ciri-ciri pentingnya.
SLebih lanjut, studi baru Natovenator membantu memperjelas gambaran Halszkaraptor, dengan menemukan bahwa kedua makhluk itu merupakan kerabat dekat. Tampaknya, tulang rusuk Halszkaraptor juga ramping, yang memperkuat klaim bahwa dinosaurus kecil yang aneh itu benar-benar memiliki ikatan kuat dengan air.
Halszkaraptor "jelas terlihat seperti burung pemangsa yang mencoba menjadi angsa … tetapi itu adalah ukuran sampel satu ekor," kata ahli paleontologi Universitas Maryland Tom Holtz, yang meninjau studi Natovenator baru sebelum dipublikasikan.
Menurut ahli paleontologi Kiersten Formoso, kandidat Ph.D. di University of Southern California, ukuran kecil Natovenator membuat ciri semiakuatiknya lebih meyakinkan daripada yang terlihat pada Spinosaurus raksasa.
Sementara itu, ahli paleontologi Matteo Fabbri, seorang peneliti di Field Museum of Natural History di Chicago, merekomendasikan bahwa penelitian masa depan perlu melihat kepadatan tulang Natovenator, mengingat tulang rusuknya menyerupai burung penyelam modern seperti penguin dan burung kormoran.
Sebuah penelitian yang dipimpin oleh Fabbri menunjukkan bahwa penguin, kuda nil, dan hewan modern lainnya yang sering mencari makan di bawah air cenderung memiliki tulang padat yang bertindak sebagai pemberat.
Penelitian itu juga menemukan bahwa Halszkaraptor memiliki tulang berongga tidak seperti penguin, sementara Spinosaurus dan kerabatnya Baryonyx memiliki tulang padat yang konsisten dengan menghabiskan banyak waktu di dalam air.
Namun, yang sudah jelas adalah bahwa dalam mencari makan di dekat air, Natovenator mengikuti jalur evolusi yang berbeda dari banyak kerabatnya.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR