Nationalgeographic.co.id—Di zaman Romawi Kuno, nasib ditentukan oleh dari keluarga mana seseorang berasal atau dilahirkan. Anak-anak dari kelas penguasa bisa naik pangkat menjadi konsul, senator, dan kaisar. Sedangkan rakyat jelata memiliki sedikit kesempatan memanjat kelas sosial. Namun ada pengecualian. Meski anak seorang budak, Pertimax berhasil menjadi kaisar Romawi. Bagaimana bisa?
Sebelum menjadi kaisar Romawi, Pertinax adalah seorang guru tata bahasa. Tidak hanya itu, ia juga merupakan anak dari seorang mantan budak. Dalam masa kekacauan di Romawi, anak mantan budak itu mengambil alih posisi terpenting Roma dan mencoba memulihkan ketertiban.
Salah satu kaisar Romawi yang paling terkenal
“Publius Helvius Pertinax dikenal karena menggantikan Commodus, salah satu kaisar Romawi terburuk,” ungkap Prateek Dasgupta di laman Medium.
Pertinax memerintah hanya selama tiga bulan sebelum Garda Praetoria membunuhnya. Pemerintahannya menjadi contoh cemerlang tentang bagaimana niat baik tidak selalu dihargai.
Dalam karyanya yang terkenal The Prince, Machiavelli menganalisis Pertinax. Menurut Machiavelli, kehidupan Pertinax adalah contoh seorang penguasa yang mengambil keputusan yang tepat. Namun sayangnya ia menjadi korban keserakahan dan politik.
David Hume, filsuf Skotlandia abad ke-18, memuji Pertinax sebagai “pangeran yang luar biasa.”
Untuk seorang pria yang hanya memerintah selama tiga bulan, mengapa dia dihormati oleh para sarjana lebih dari seribu tahun kemudian?
Kehidupan awal dan naik ke tampuk kekuasaan
Pertinax lahir pada tahun 126 Masehi di kota Alba dari pasangan Helvius Successus. Nama ibunya tidak diketahui. Successus adalah budak yang dibebaskan dan menjadi pedagang wol yang mapan.
Meski anak seorang mantan budak, Pertinax beruntung karena mendapatkan pendidikan yang layak berkat bisnis sang ayah yang berkembang pesat. Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia mulai mengajar tata bahasa di sekolah-sekolah.
Pada usia 35, Pertinax bosan mengajar dan bergabung dengan tentara Romawi. Ia tidak memiliki pengalaman militer, namun karena kekayaan keluarga, ia berhasil mendapatkan posisi. Pertinax menjadi komandan di legiun Galia di Suriah.
Saat itu, seseorang bisa “membeli” posisi, tetapi dalam kasus Pertinax, membeli posisi bukan hal yang buruk. Pasalnya, ia memiliki kemampuan kepemimpinan yang luar biasa. “Kesuksesannya selama Perang Parthia (161–166 Masehi) membuatnya mendapatkan promosi,” tambah Dasgupta.
Pertinax diangkat menjadi tribun dan dikirim ke York. Tentara segera memindahkannya ke perbatasan Sungai Danube di Hongaria untuk melayani Kaisar Marcus Aurelius. Aurelius sedang melawan suku-suku Marcomanni Jermanik yang menginvasi wilayahnya.
Pertinax memiliki hubungan kerja yang baik dengan Aurelius, yang membantunya mendapatkan jabatan konsul pada tahun 175 Masehi. Kemudian, ia diangkat menjadi gubernur Dacia, Suriah, dan, akhirnya, Britania.
Pada tahun 189 Masehi, Romawi menunjuk Pertinax sebagai gubernur Afrika dan prefek Roma ketika tugasnya sebagai gubernur Britania berakhir.
Salah satu momen yang menentukan dalam sejarah Romawi, pembunuhan kaisar Commodus. Ini pun segera memengaruhi karier politik Pertinax.
Pemerintahan penuh darah
Commodus dikenal ganas dan gila. Banyak sejarawan percaya Commodus adalah katalisator kejatuhan Romawi.
Commodus memiliki sedikit keinginan untuk memerintah kekaisaran. Sebagai seorang hedonis, Commodus juga menyukai pertarungan gladiator. Ia ingin membuat orang-orang terpikat dan teralihkan dari masalah administrasi. Sang kaisar yang mengaku sebagai titisan Hercules itu juga kerap mengadakan pesta mewah dan pesta pora liar.
Seakan belum daftar keburukannya masih kurang panjang, Commodus juga kaisar sadis yang menderita megalomania. Dia membunuh lawan politiknya dengan impunitas.
Pemerintahan teror Commodus yang berlumuran darah berakhir pada Desember 192 Masehi. Seorang rekan gulatnya, gladiator Narcissus, mencekiknya sampai mati. Konspirasi itu dicetuskan oleh Quintus Aemilius Laetus, kepala Garda Praetoria, Marcia, istri Commodus, dan Electus, salah satu pelayan utama Commodus.
Pembunuhan Commodus mendorong Romawi ke jurang kekacauan
Laetus, Electus, dan Marcia mendekati Pertinax dan menawarinya takhta. Pertinax, seorang negarawan berpengalaman, mengerti bahwa dia membutuhkan bantuan Garda Praetoria. Jika Garda Praetoria tidak menyukai kaisar, kemungkinan besar ia akan dibunuh oleh mereka.
Pertinax menawarkan para prajurit penjaga sejumlah besar uang untuk membeli dukungan mereka. Kemudian dia mendekati Senat untuk memastikan dia mendapat dukungan. Para senator, yang berselisih dengan Commodus, sangat senang melihat perubahan.
“Selain takut dibunuh, keikutsertaan Commodus dalam permainan gladiator membuat para senator jijik,” ujar Dasgupta. Seorang kaisar Romawi yang berdandan untuk bertarung di arena bersama budak adalah konsep asing di dunia kuno.
Pertinax memiliki visi yang sama dengan Aurelius. Pada tanggal 31 Desember 192 Masehi, Pertinax mengambil alih Kekaisaran Romawi.
Pertinax menemukan Romawi dalam keadaan berantakan. Perbendaharaan kosong. Pertarungan gladiator yang mahal menghabiskan keuangan kekaisaran. Prioritas pertamanya adalah memulihkan ketertiban dan disiplin di antara rakyatnya.
Menurut senator dan sejarawan Romawi Cassius Dio:
“Dia (Pertinax) segera mereduksi segala sesuatu yang sebelumnya tidak teratur dan membingungkan. Ia menunjukkan kemanusiaan dan integritas dalam administrasi kekaisaran. Juga manajemen yang paling ekonomis dan pertimbangan yang paling hati-hati untuk kesejahteraan publik.”
Tetapi apakah orang akan menyukai tindakan tegas setelah terbiasa dengan kehidupan mewah di bawah Commodus?
Commodus memanjakan orang-orang Romawi. Ia memanjakan rakyat dengan pengeluaran boros untuk hiburan. Garda Praetoria pun dibanjiri dengan hadiah mewah. Secara alami, orang-orang menolak upaya Pertinax untuk menegakkan kembali ketertiban.
Pertinax menjual barang-barang Commodus, termasuk pasukan selir dan budaknya, untuk mengisi kembali pundi-pundi kekaisaran.
Garda Praetoria tentu mengharapkan bonus dari kaisar baru itu, sayangnya Pertinax berbeda dengan Commodus. Tetapi kemudian, untuk mengekang perbedaan pendapat, Pertinax memberi mereka bonus tetapi tidak dapat memenangkan kesetiaan mereka. Garda Praetoria pun akhirnya selalu memandang kaisar dengan curiga.
Selama pemerintahan Commodus, gubernur beberapa provinsi Romawi menjadi sasaran. Maka, ini membuat orang perpikir jika kaisar diganti, beberapa gubernur akan senang. Namun kenyataannya, mereka menjadi skeptis terhadap jabatan kaisar dan memandang Pertinax dengan curiga.
Pertinax juga mencoba mereformasi sistem kesejahteraan Roma. Namun orang-orang tidak puas dengan langkah-langkah penghematan yang dilakukan kaisar.
Pertinax menemukan beberapa otoritas terlibat dalam korupsi dan penggelapan dan mulai menindak mereka. Seperti yang bisa ditebak selanjutnya, kaisar baru ini pun tidak punya banyak teman di pemerintahan.
Terlepas dari kekaguman Senat, Pertinax kehilangan kepercayaan rakyat, militer, dan pemerintah.
Konspirasi untuk menyingkirkan Pertinax
Kaisar mengetahui konspirasi untuk membunuhnya saat memeriksa kargo gandum di Ostia. Quintas Sosius Falco, seorang anggota Garda Praetoria, memimpin rencana itu. Falco selamat dari hukuman mati, tetapi Pertinax mengeksekusi para konspirator lainnya.
Pada tanggal 28 Maret 193 Masehi, lebih dari 300 anggota Garda Praetoria menyerbu istana. Electus, yang sekarang menjadi bendahara Pertinax, memintanya pergi. Alih-alih melarikan diri, kaisar memutuskan untuk berunding dengan para prajurit.
Dia mengirim Laetus untuk membahas masalah yang dihadapi oleh Pengawal. “Sayangnya Pertinax salah langkah,” Dasgupta menambahkan.
Laetus mengkhianati kaisar dan memihak Garda Praetoria. Para prajurit mengeklaim bahwa mereka hanya menerima setengah dari gaji yang dijanjikan.
Baca Juga: Elagabalus, Kaisar Romawi yang Paling Iseng dan Penuh Lelucon
Baca Juga: Megahnya Domus Aurea, Istana Emas Simbol Kejatuhan Kaisar Romawi Nero
Baca Juga: Di Balik Kepemimpinan Kaisar Romawi, Ada Wanita Kuat dan Berpengaruh
Baca Juga: Jabatan yang Menggiurkan, Bagaimana Orang Romawi Bisa Jadi Kaisar?
Saat ia mencoba untuk mengatasi kekhawatiran Garda Praetoria, seorang petugas menikamnya dengan pedang, berseru bahwa itu adalah “hadiah” dari para prajurit.
Kepala Pertinax dipenggal dan diarak di jalan-jalan Roma. Karena dia tidak menunjuk penerus, kekaisaran pun terjerumus dalam perang saudara. Tahun 193 Masehi dikenang sebagai tahun paling kacau dalam sejarah Romawi, yang dikenal sebagai Tahun Lima Kaisar.
Pertinax mencoba mengembalikan nilai-nilai Marcus Aurelius. Sayangnya, itu membuatnya menjadi tiran di mata banyak orang. Masyarakat yang telah terbiasa dengan dekadensi tidak menyukai reformasinya.
Dia mungkin mencoba mengubah keadaan terlalu cepat. Pembunuhannya menjadi pengingat bahwa masyarakat yang korup tidak menerima ide-ide baru. Meskipun pemerintahannya hanya berlangsung tiga bulan, sejarawan memandang Pertinax dengan hormat.
Kisahnya adalah kisah seorang nonunggulan yang sempurna. Seorang pria yang lahir di tengah keluarga mantan budak, tanpa pengalaman militer, dan menjadi orang paling berkuasa di Romawi.
Source | : | Medium.com |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR