Bagi banyak orang, itu sama saja dengan perbudakan. Seiring bertambahnya populasi Athena, tanah menjadi semakin langka, dan orang kaya menjadi semakin kaya sementara orang miskin menjadi semakin miskin.
Ini adalah keadaan Athena ketika Solon menjadi pembuat undang-undang. Orang-orang miskin yang tidak puas memberontak terhadap mereka yang lebih kaya, dan sudah waktunya dibutuhkan undang-undang baru untuk menenangkan kedua belah pihak.
Kehidupan awal anggota parlemen Yunani Kuno Solon
Menurut Plutarch dalam risalahnya, Solon sang pembuat undang-undang Yunani kuno dan peletak dasar demokrasi adalah putra Execestides, kepala keluarga terkemuka.
Meskipun dibesarkan di rumah yang kaya, Solon adalah pria yang sederhana dan memiliki kecintaan besar terhadap puisi dan lukisan.
Puisi-puisi Solon tidak memiliki bentuk sastra tetapi penuh dengan ide dan menjadi elemen dasar dalam pendidikan Athena. Puisi-puisi tersebut merupakan karya seorang pemikir orisinal dan mendalam.
Sebelum masa Solon, puisi berpusat pada para dewa. Para penyair sebelumnya biasa mengaitkan semua peristiwa dan fenomena dengan para dewa, baik itu bencana alam, epidemi, atau kekeringan.
Mereka menyimpulkan bahwa semua malapetaka adalah hukuman dari para dewa sebagai akibat dari kejahatan manusia.
Namun, puisi-puisi Solon membedakan antara peristiwa yang berada di luar kendali manusia dan peristiwa yang berada dalam kendali manusia.
Misalnya, dalam sebuah puisi yang ditulisnya selama perang saudara di Athena, Solon mengaitkan kehancuran masyarakat bukan dengan para dewa tetapi dengan warga negara.
Dalam puisinya, ia mengkritik keserakahan, kekejaman, dan ketidakadilan sebagai penyebab kekacauan dalam masyarakat. Bagi Solon, ketertiban hanya dapat dipulihkan jika warga negara setuju untuk mematuhi hukum.
Baca Juga: Pertempuran Himera: Kemenangan Yunani Kuno yang Guncang Mediterania
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR