“Yang mana, Nak?” Tanya Ayah.
“Penanggulangan emisi gas rumah kaca, Yah,” jelasku.
“Kenapa memangnya?” Ayah kembali bertanya.
“Begini, Ayah. Acaranya bilang kalau produksi emisi gas rumah kaca di peternakan dapat dikurangi dengan cara mengganti pakan yang diberikan kepada ternak,” aku mencoba menjelaskan
“Ohhhh, lalu apa yang salah dengan pakan di peternakan ayah?” tanya ayah.
Aku berdiri berlagak bak seorang dosen yang sedang menjelaskan kepada mahasiswanya. “Begini, Ayah. Mikroba yang terlibat dalam pencernaan makanan kaya selulosa dan makanan kaya karbohidrat berbeda serta akan menghasilkan kadar metana yang berbeda. Makanan yang kaya tanaman hijau dan rendah biji-bijian akan menghasilkan lebih sedikit metana karena produksi propionat, penyerap hidrogen akan menghilangkan H 2 dari produksi metana.”
Ayah masih serius memperhatikanku yang sedari tadi tidak berhenti melantur dengan kedua telapak tangan ditaruh pada dagu dan tatapan yang tidak teralihkan dariku.
“Karbohidrat yang mudah dicerna dapat mengubah komposisi mikroba dalam rumen. Beberapa jenis bakteri yang lebih efisien dalam mencerna karbohidrat cenderung menghasilkan metana lebih sedikit, misalnya Asam Lemak Volatile (VFA). Bakteri ini merupakan jenis mikroorganisme yang membantu proses penguraian anaerobik untuk menghasilkan asam lemak volatil dan senyawa monokarboksilat alifatik rantai pendek linier, seperti asam asetat, asam propionat, dan asam butirat. VFA memiliki dua (asam asetat) hingga enam (asam kaproat) atom karbon, yang berfungsi sebagai penghasil energi bagi ternak serta menghasilkan asetat dan propionat. Diet kaya karbohidrat, terutama yang mudah dicerna, dapat meningkatkan populasi bakteri penghasil VFA. Dengan meningkatnya populasi bakteri penghasil VFA, secara tidak langsung akan menekan pertumbuhan bakteri metanogen karena persaingan nutrisi. Contoh makanan kaya karbohidrat yang dapat digunakan untuk menggantikan penggunaan biji-bijian adalah pati yang mudah dicerna oleh sapi. Pati dapat diperoleh dari tanaman berupa jagung, sorgum, gandum, dan ubi jalar. Pati yang mudah dicerna akan mempercepat proses fermentasi oleh bakteri penghasil asam lemak volatil, seperti asetat dan propionat, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri matanogen. Selain itu, pati juga dapat meningkatkan pH rumen, yang dapat menghambat aktivitas bakteri metanogen tertentu.”
“Oh, betul, Nak. Sekarang ayah sudah ingat. Hebat sekali kamu. Masih kecil sudah peduli lingkungan, sudah mengalahkan ayah rupanya,” kata ayah sambil menepuk-nepuk pelan kepalaku.
“Iya dong, Yah. Reka kan anak ayah, berarti harus hebat seperti Ayah,” balasku.
“Kalau begitu, nanti Ayah akan ganti pakan untuk Momo dan sapi yang lain, tetapi tunggu pasokan bijinya habis dulu. Kalau Ayah buang bijinya sekarang, yang ada nanti limbah semakin banyak dan semakin bahaya dong buat lingkungan,” Ayah menjelaskan.
Baca Juga: Ribuan Tahun Jadi 'Lemari Pembeku', Kenapa Arktik Kini Jadi Penyumbang Emisi?
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR