Nationalgeographic.co.id—Anda mungkin pernah melihat ada orang yang dapat menggerakkan daun telinganya, sementara Anda sendiri tidak bisa melakukannya.
Sains mengungkap bahwa sekitar satu dari lima orang rupanya memang dapat menggerakkan telinganya.
Namun, apa yang membuat sebagian orang dapat menggerakkan telinganya sementara orang lainnya tidak bisa? Mari kita simak penjelasan sains berikut!
Melansir Popular Science, pergerakan telinga dikendalikan oleh otot-otot aurikularis, yakni tiga otot yang menghubungkan telinga luar (atau 'aurikularis') ke tengkorak dan kulit kepala.
Setiap otot bertanggung jawab atas gerakan yang berbeda: otot aurikularis anterior menarik telinga ke depan, otot aurikularis superior mengangkatnya sedikit, dan otot aurikularis posterior menariknya ke belakang.
Bersama-sama, gerakan-gerakan ini menciptakan apa yang kita kenal sebagai gerakan telinga.
Meskipun setiap orang memiliki otot-otot telinga, hanya sebagian kecil orang yang dapat secara sadar melenturkan otot-otot ini untuk menggerakkan telinga mereka.
Kemampuan menggerakkan telinga mungkin tampak seperti sifat keturunan orang tua, tetapi kenyataannya tidak sesederhana itu.
Sebuah studi tahun 1949 menemukan bahwa meskipun sebagian besar orang yang dapat menggerakkan telinga memiliki setidaknya satu orang tua yang dapat melakukan hal yang sama, lima dari 24 kasus menunjukkan bahwa kedua orang tua tidak memiliki kemampuan tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa menggerakkan telinga tidak mengikuti pola pewarisan dominan yang biasa terlihat pada orang-orang yang memiliki kemampuan seperti menggulung lidah, memiliki bintik-bintik, atau mata cokelat.
Jika kemampuan menggerakkan telinga merupakan genetika bawaan, kita tentu akan melihat kemampuan serupa pada lebih banyak orang.
Baca Juga: Misteri di Balik Telinga Luar para Mamalia Akhirnya Terpecahkan?
Jadi, jika genetika bukanlah jawabannya, dari mana kemampuan yang menarik ini didapatkan?
Jawabannya adalah, semuanya bergantung pada cara kerja otak kita. Beberapa jalur saraf otak secara alami berada di bawah kendali kesadaran, sementara yang lain tidak.
Kita tahu bahwa otot-otot telinga dikendalikan oleh saraf wajah. Namun, pada kebanyakan orang, jalur saraf yang mengatur gerakan telinga tidak berada di bawah kendali kesadaran, sehingga gerakan tersebut mustahil dilakukan.
Sebuah studi kecil tahun 1995 yang melibatkan 204 pria dan 238 wanita menunjukkan bahwa jenis kelamin dapat memengaruhi kemampuan menggerakkan telinga.
Dalam studi tersebut, sekitar 22% peserta mampu menggerakkan satu telinga, sementara sekitar 18% dapat menggerakkan kedua telinga secara bersamaan.
Jumlah pria yang mampu menggerakkan kedua telinga secara bersamaan jauh lebih banyak daripada wanita. Namun, hingga saat ini, belum ada penelitian lebih lanjut yang dilakukan mengenai topik ini.
Manfaat Menggerakkan Telinga
Bagi hewan seperti anjing, kucing, dan monyet, kemampuan menggerakkan telinga membantu mereka melacak suara, yang sangat penting untuk mendeteksi predator atau mangsa.
Sementara bagi manusia, selama jutaan tahun, manusia berevolusi untuk tidak terlalu bergantung pada pendengaran untuk bertahan hidup.
Akibatnya, otot-otot telinga menjadi lebih lemah dan sekarang dianggap sebagai fitur vestigial, yakni sisa evolusi yang tidak lagi diperlukan tetapi belum sepenuhnya hilang.
Meski demikian, ahli saraf Jerome Maller dari Universitas Monash di Australia percaya bahwa menggerakkan telinga dapat digunakan untuk meningkatkan pemulihan pasca-stroke atau cedera otak traumatis.
Baca Juga: Tradisi Telinga Panjang Suku Dayak: Akankah Segera Punah?
Hal ini terkait dengan konsep neuroplastisitas, yaitu kemampuan otak untuk membentuk dan mengatur ulang koneksi sinaptik, terutama sebagai respons terhadap pembelajaran, pengalaman, atau setelah cedera.
Karena menggerakkan telinga melibatkan tingkat pemikiran yang dalam, hal itu dapat meningkatkan neuroplastisitas secara lebih efektif daripada gerakan sederhana dan berulang, tulis Jerome dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam jurnal Medical Hypotheses.
Jadi, berlatih menggerakkan telinga dapat membantu memperbaiki atau menumbuhkan kembali jalur otak yang rusak.
Jerome mengatakan bahwa setiap orang berpotensi dapat mempelajari cara menggerakkan telinga mereka karena otot dan saraf yang diperlukan sudah terbentuk.
Jerome juga menambahkan bahwa banyak laporan anekdot tentang orang-orang yang mampu mempelajari sendiri keterampilan tersebut dengan berlatih di depan cermin.
Meski demikian, teoriJerome masih berupa hipotesis. Namun, jika terbukti benar, menggerakkan telinga dapat menjadi alat baru dalam rehabilitasi bagi mereka yang baru pulih dari cedera otak.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR