Nationalgeographic.co.id—Selama ribuan tahun, anjing telah menjadi sahabat setia manusia, berburu bersama, menjaga rumah, dan bahkan menjadi bagian dari keluarga.
Namun, bagaimana sebenarnya proses domestikasi ini terjadi? Apakah manusia yang pertama kali menjinakkan serigala liar, atau justru serigala menjinakkan dirinya sendiri?
Pertanyaan tersebut telah mejadi misteri di dunia sains selama ribuan tahun dan menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan.
Manusia memang cenderung jatuh hati pada makhluk yang menggemaskan, membawanya masuk ke dalam kehidupan mereka, dan mencoba mendapatkan kasih sayangnya. Namun, domestikasi bukanlah proses yang sepenuhnya dikendalikan oleh manusia—hewan juga dapat menyesuaikan diri dengan kita.
Proses domestikasi anjing telah memicu perdebatan ilmiah yang panjang. Apakah manusia yang pertama kali menjinakkan dan memilih serigala jinak sebagai pendamping?
Ataukah beberapa serigala secara alami lebih toleran terhadap manusia, perlahan mendekati perkampungan manusia untuk memanfaatkan sisa makanan?
Salah satu pertanyaan utama dalam perdebatan ini adalah apakah waktu yang tersedia cukup bagi spesies baru untuk muncul.
Bisakah serigala yang mulai bergantung pada manusia mengalami perubahan evolusi yang cukup drastis hingga menjadi anjing dalam rentang waktu yang diperkirakan?
Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Proceedings of the Royal Society: Biological Sciences pada 12 Februari menunjukkan bahwa secara matematis, perubahan ini masuk akal. Dalam kondisi yang tepat, serigala dapat berkembang menjadi anjing dalam waktu sekitar 8.000 tahun.
Peran Manusia dalam Evolusi Anjing
Manusia telah hidup berdampingan dengan anjing selama setidaknya 30.000 tahun. Namun, bagaimana proses domestikasi ini benar-benar terjadi masih menjadi perdebatan ilmiah.
Baca Juga: Dunia Hewan: Benarkah Kucing Mendomestikasi Dirinya Sendiri?
Berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan bagaimana serigala liar yang gagah dapat berevolusi menjadi anjing peliharaan kecil seperti chihuahua.
Peran Seleksi Buatan dalam Domestikasi
Selama 15.000 tahun terakhir, terdapat bukti kuat bahwa manusia telah melakukan seleksi buatan terhadap anjing.
“Dalam kurun waktu ini, manusia mulai memilih sifat-sifat tertentu pada anjing, alih-alih membiarkan evolusi berjalan secara alami,” kata Alex Capaldi, seorang ahli ekologi teoretis dari James Madison University di Virginia.
Namun, apa yang terjadi dalam 15.000 tahun sebelumnya masih menjadi misteri.
Mungkin, manusia purba secara sadar telah membiakkan serigala yang lebih jinak untuk membantu berburu. Tetapi, beberapa ilmuwan skeptis terhadap teori ini.
Kathryn Lord, ahli biologi evolusi dari University of Massachusetts Chan Medical School, berpendapat bahwa kecil kemungkinan para pemburu purba bekerja sama dengan predator yang lebih mungkin melihat mereka sebagai pesaing ketimbang rekan berburu.
Teori lain menyebutkan bahwa manusia mungkin hanya melakukan apa yang telah mereka lakukan selama ribuan tahun: membawa pulang anak hewan yang menggemaskan.
Hipotesis "adopsi anak serigala" ini menyatakan bahwa serigala yang lebih jinak mungkin telah dipelihara sejak kecil, menciptakan populasi yang terisolasi dan berkembang biak di antara mereka sendiri, sehingga mempercepat proses seleksi buatan.
Hipotesis "Domestikasi Diri Sendiri"
Namun, bagaimana jika justru serigala sendiri yang memilih untuk hidup dekat dengan manusia?
Baca Juga: Sains: Bagaimana Warna Biru Bluberi Jadi Simbol Evolusi yang Cerdas?
Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa serigala yang lebih jinak mungkin telah tertarik pada sisa makanan manusia.
Serigala yang sukses sebagai pemulung cenderung lebih toleran terhadap kehadiran manusia dan mengurangi sifat agresifnya demi mendapatkan makanan dengan mudah.
Seiring waktu, populasi ini mungkin mulai mengisolasi diri dari kawanan serigala liar lainnya, berkembang biak dengan sesama serigala yang lebih jinak, hingga akhirnya berevolusi menjadi anjing pertama.
Teori ini, yang disebut proto-domestikasi, self-selection, atau hipotesis scavenger, mendapatkan perhatian Capaldi setelah ia menontonnya dalam serial Cosmos: A Spacetime Odyssey yang dipandu oleh Neil deGrasse Tyson.
Dalam salah satu episodenya, Tyson menggambarkan skenario bagaimana manusia purba mungkin tanpa sengaja "memelihara" serigala jinak hanya dengan melemparkan tulang ke arah mereka di sekitar api unggun.
Capaldi penasaran karena selama ini ia selalu mendengar bahwa manusialah yang membentuk anjing melalui seleksi ketat. “Saya ingin melihat sudut pandang lain dari cerita ini,” katanya.
Salah satu argumen utama yang menentang hipotesis scavenger adalah waktu. Jika serigala hanya bertahan dengan cara memulung dan berkembang biak di antara mereka sendiri, proses evolusi dari serigala menjadi anjing seharusnya memakan waktu lebih lama.
Di sinilah model matematika berperan. David Elzinga, seorang ahli ekologi matematika dari University of Wisconsin-La Crosse, percaya bahwa matematika dapat memberikan jawaban yang lebih jelas.
“Saya rasa model matematika belum banyak digunakan dalam diskusi ini,” katanya. Meskipun bukan rekonstruksi langsung dari kehidupan serigala atau manusia purba, model ini dapat menyederhanakan realitas dan memberikan wawasan berharga tentang kemungkinan kecepatan domestikasi anjing.
Matematika di Balik Evolusi Anjing dari Serigala Jinak
Untuk memahami seberapa cepat serigala pemulung bisa berevolusi menjadi anjing, tim peneliti yang dipimpin oleh Capaldi dan Elzinga menerapkan model matematika berbasis agen.
Mereka menjalankan simulasi dengan beberapa skenario:
Serigala jinak lebih memilih kawin dengan sesama serigala jinak.
Serigala jinak tidak memiliki preferensi dalam memilih pasangan.
Jumlah makanan manusia tetap stabil (menandakan populasi manusia yang kecil dan konstan).
Jumlah makanan manusia terus bertambah (menandakan pertumbuhan populasi manusia dan limbahnya).
Setiap simulasi dijalankan selama 15.000 tahun.
Hasilnya menunjukkan bahwa anjing awal mulai terpisah dari leluhur serigala mereka dalam 37 persen percobaan. Namun, jika serigala jinak hanya kawin dengan sesamanya, mereka membentuk kelompok anjing dalam 74 persen percobaan.
Lebih menarik lagi, jika serigala jinak terus berkembang biak dengan sesamanya, spesiasi atau terbentuknya spesies baru bisa terjadi dalam sekitar 8.000 tahun.
Perubahan ini pun bertahan lebih dari 3.400 tahun, sering kali hingga akhir simulasi. Proses ini terjadi baik ketika sumber makanan manusia stabil maupun ketika jumlahnya meningkat.
Sebaliknya, jika serigala jinak masih sering kawin dengan serigala liar, mereka tidak pernah benar-benar berkembang menjadi spesies yang terpisah.
Menurut Bridgett vonHoldt, ahli biologi evolusi dari Princeton University yang tidak terlibat dalam penelitian ini, kecenderungan serigala jinak untuk memilih pasangan yang sama jinaknya kemungkinan besar terjadi karena faktor kedekatan.
Meski banyak yang menyebut fenomena ini sebagai self-domestication atau domestikasi alami, vonHoldt menilai bahwa ini sebenarnya bagian dari seleksi alam.
Serigala yang lebih ramah terhadap manusia mendapat keuntungan karena bisa bertahan hidup di sekitar manusia dan lebih mudah mendapatkan makanan.
Selain itu, vonHoldt juga menambahkan bahwa hanya dengan beberapa perubahan genetik, seekor hewan bisa menunjukkan perilaku "hipersosial." Jika faktor genetika ini dimasukkan ke dalam simulasi, modelnya bisa memberikan gambaran yang lebih akurat tentang bagaimana anjing pertama kali muncul.
Sementara itu, Kathryn Lord, ahli biologi evolusi dari University of Massachusetts Chan Medical School, menegaskan bahwa penelitian ini membantah anggapan bahwa hipotesis pemulung memerlukan waktu terlalu lama.
“Beberapa orang beranggapan bahwa teori ini tidak cukup cepat untuk menjelaskan domestikasi anjing. Studi ini menunjukkan sebaliknya,” katanya.
Petunjuk Baru dalam Perdebatan Lama
Temuan ini bukan berarti bahwa serigala pasti berevolusi menjadi anjing hanya melalui perilaku memulung. Namun, menurut Kathryn Lord, penelitian ini memberikan bukti yang mendukung hipotesis tersebut.
Meskipun demikian, masih ada beberapa keberatan terhadap teori ini. Mietje Germonpré, seorang paleontolog dari Royal Belgian Institute of Natural Sciences di Brussels, menunjukkan bahwa bukti arkeologis menunjukkan sebaliknya.
“Pada zaman Paleolitik Atas, manusia modern cenderung menghalau predator besar agar tidak mendekati permukiman mereka demi melindungi cadangan makanan dan limbah,” jelasnya. Jika benar demikian, meskipun serigala memiliki cukup waktu untuk membentuk kelompok yang lebih dekat dengan manusia, kemungkinan besar mereka justru diusir.
Selain itu, Capaldi menegaskan bahwa hasil penelitian ini juga tidak membuktikan bahwa pemulung adalah satu-satunya cara domestikasi terjadi.
Menurutnya, manusia mungkin berperan dalam proses ini, tetapi anjing juga memiliki andil dalam evolusi mereka sendiri. “Ada banyak faktor yang terjadi secara bersamaan,” ujarnya. “Pertanyaannya bukan hanya ‘mana yang benar?’ tetapi lebih kepada ‘mana yang memiliki pengaruh lebih besar?’”
Namun, yang paling menarik dari hasil ini adalah gagasan bahwa domestikasi bukanlah proses sepihak yang sepenuhnya dikendalikan oleh manusia.
Sebaliknya, ini adalah proses dua arah, di mana kedua spesies—manusia dan anjing—saling mendekat dan membentuk hubungan yang telah bertahan ribuan tahun. Awal dari persahabatan terbaik yang pernah ada.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR