Nationalgeographic.co.id—Mitologi Yunani menyimpan berbagai konsep dalam kehidupan, salah satunya mengenai takdir dan kehedak bebas. Konsep mengenai takdir dan kehendak bebas ini tergambar apik dalam kisah Oedipus dalam Oedipus Rex, karya penulis Yunani kuno, Sophocles.
Alkisah Oedipus lahir dari pasangan Raja Laius dan Ratu Jocasta dari Thebes, sebuah negara-kota penting di Yunani kuno. Raja Laius, kerabat Cadmus, pendiri Thebes, adalah penguasa yang disegani, dan Ratu Jocasta dikenal karena kecantikan dan kebijaksanaannya. Namun, pernikahan mereka disertai ramalan yang menakutkan.
Ramalan yang mengubah hidup Oedipus dilontarkan Oracle dari Delphi, sebuah situs keagamaan penting di Yunani kuno. Oracle ini diwakili oleh seorang pendeta perempuan bernama Pythia, yang dipercaya berbicara atas nama dewa Apollo. Dia memberikan pesan-pesan penting dan melihat masa depan.
Ketika Raja Laius dan Ratu Jocasta menemui sang Oracle, mereka mendengar ramalan yang mengerikan: putra mereka yang baru lahir, Oedipus, akan membunuh ayahnya dan menikahi ibunya.
Ini bukan sekadar ramalan biasa; ini adalah peringatan serius dan menakutkan yang akan memengaruhi setiap keputusan yang diambil orang tua Oedipus.
Ramalan yang menakutkan ini membayangi kelahiran Oedipus, sehingga mereka meninggalkan Oedipus yang baru lahir untuk mencoba menghentikan takdir. Mereka menusuk mata kaki Oedipus dan meninggalkannya di Gunung Cithaeron.
Namun, takdir punya rencana lain. Seorang penggembala melihat bayi itu dan merasa kasihan padanya, akhirnya membawanya ke istana Raja Polybus dan Ratu Merope dari Korintus. Pasangan raja dan ratu itu tidak memiliki anak dan mengadopsi Oedipus.
Oedipus Tumbuh Dewasa
Saat Oedipus tumbuh dewasa, ramalan itu terus membentuk hidupnya dengan cara yang tidak pernah diduganya. Oedipus, yang tumbuh bersama Raja Polybus dan Ratu Merope dari Korintus, tidak mengenal orang tua kandungnya.
Ketika ia kemudian pergi menemui Oracle Delphi untuk menanyakan asal usulnya, ia diberi tahu ramalan yang sama: bahwa ia akan membunuh ayahnya dan menikahi ibunya.
Karena ingin menghindari nasib buruk ini, Oedipus meninggalkan Korintus, karena mengira bahwa Polybus dan Merope adalah orang tua kandungnya. Ironisnya, keputusan ini, yang dimaksudkan untuk menghindari ramalan, justru membawanya medekati ramalan.
Baca Juga: 6 Konsep Cinta dalam Mitologi Yunani: Philia Hingga Philautia
Saat ia meninggalkan Korintus, Oedipus mengadakan pertemuan penting dengan Raja Laius di sebuah persimpangan, tempat yang sering kali menjadi tempat pilihan penting dalam cerita.
Pada saat yang sama, Laius sedang dalam perjalanan ke Delphi untuk menanyakan sesuatu kepada sang Oracle. Kedua pria itu tidak tahu bahwa mereka adalah ayah dan anak.
Mereka rebutan akses jalan hingga terlibat kekerasan. Dipenuhi amarah, Oedipus membunuh Laius dan anak buahnya, kecuali satu orang yang berhasil lolos dan selamat pulang ke Thebes untuk menceritakan apa yang terjadi.
Memecahkan Teka-teki Sphinx
Ketika sampai di Thebes, Oedipus bertemu dengan Sphinx, makhluk legendaris berbadan singa, bersayap elang, dan berkepala wanita.
Sphinx menakut-nakuti penduduk kota dengan memberikan teka-teki kepada siapa pun yang mencoba masuk: "Apa yang berjalan dengan empat kaki di pagi hari, dua kaki di siang hari, dan tiga kaki di malam hari?"
Jika jawaban mereka salah, mereka akan dimakan. Oedipus, dengan menggunakan pikirannya yang tajam , berkata "manusia" dan menjelaskan bahwa manusia merangkak saat bayi, berjalan dengan dua kaki saat mereka dewasa, dan menggunakan tongkat saat mereka tua. Dengan jawaban yang benar ini, Sphinx menghancurkan dirinya sendiri dan membebaskan Thebes dari kutukannya.
Karena berhasil memecahkan teka-teki Sphinx dan membebaskan Thebes dari kutukan, Oedipus diberi tahta dan menikahi Ratu Jocasta, janda Raja Laius yang baru saja meninggal.
Tanpa sepengetahuan Oedipus dan Jocasta, mereka adalah ibu dan anak. Mereka memenuhi ramalan serius yang dinubuatkan oleh Oracle dari Delphi. Orang-orang Thebes merayakan pernikahan mereka, melihat Oedipus sebagai penyelamat dan pemimpin yang kuat.
Persatuan mereka membawa stabilitas dan kemakmuran bagi kota karena Oedipus adalah raja yang bijaksana dan adil. Namun, kebenaran tersembunyi dari hubungan mereka menimbulkan bayangan gelap di kota itu.
Baca Juga: 5 Novel Klasik Tak Lekang Waktu yang Terinspirasi dari Mitologi Yunani
Sementara Oedipus dan Jocasta terus berkuasa, rahasia masa lalu mereka mulai terungkap, yang menyebabkan serangkaian penemuan yang mengerikan.
Thebes dilanda wabah mengerikan yang menyebabkan banyak penderitaan dan kematian. Oedipus, sebagai raja, merasa ia harus menyelamatkan rakyatnya dan memulihkan ketertiban.
Jadi, ia meminta saudara iparnya, Creon, untuk bertanya kepada Oracle dari Delphi apa yang harus dilakukan. Oracle mengatakan bahwa wabah itu adalah hukuman ilahi atas pembunuhan raja tua, Laius, yang belum terpecahkan.
Misi Oedipus untuk menemukan kebenaran berarti ia terus mencari jawaban tanpa henti. Ia bertanya kepada banyak warga, berbicara kepada para nabi, dan bahkan memanggil peramal buta Tiresias, yang pada awalnya tidak ingin mengatakan kebenaran yang pahit.
Dorongan Oedipus untuk mencari tahu apa yang menyebabkan wabah itu seperti detektif yang menangani kasus rumit, mengumpulkan petunjuk untuk menemukan mata rantai yang tersembunyi.
Saat ia mencari lebih jauh, Oedipus mulai menemukan petunjuk tentang masa lalunya sendiri yang membuatnya semakin gelisah. Saat Oedipus mencari jawaban tentang pembunuhan Raja Laius, ia menyusun kembali bagian-bagian dari masa lalunya sendiri.
Titik baliknya terjadi ketika seorang utusan dari Korintus tiba, membawa berita kematian Raja Polybus dan mengatakan bahwa Oedipus bukanlah putra kandung Polybus dan Merope dan ia telah menjalani hidup seperti ramalan yang dihindarinya.
Takdir dan Kehedak Bebas
Orang Yunani sangat fatalistik dan percaya bahwa kehidupan manusia berada di bawah kendali takdir. Takdir begitu kuat sehingga terkadang para dewa pun tidak berdaya melawannya.
Meskipun para dewa menyadari takdir mereka, mereka tidak bisa mengubahnya. Jadi, bagi orang Yunani, takdir adalah situasi yang tak terkendali dan supranatural.
Udoy Rahman dalam The Idea of Fate vs Free Will in Oedipus Rex mengungkap bahwa dalam Oedipus Rex, karya penulis Yunani Sophocles, peramal buta Tiresias jelas mengakui bahwa tidak mungkin mengatasi takdir, dan berkata, "apa yang akan terjadi, akan terjadi."
Baca Juga: Memperkirakan Populasi di Tiga Periode Peradaban Yunani Kuno
"Oedipus Rex adalah menceritakan peran takdir dalam kehidupan manusia, dan raja Oedipus adalah protagonis yang menjadi korban takdirnya," ungkap Udoy.
Oedipus ditakdirkan sejak lahir untuk suatu hari menikahi ibunya dan membunuh ayahnya, dan hal itu tidak bisa dihindari. Kesombongan, ketidaktahuan, ketidakpercayaan pada para dewa, dan pencariannya yang tak kenal lelah untuk kebenaran akhirnya yang membuatnya hancur.
"Tindakan masa lalunya ditentukan oleh takdir, tetapi apa yang dia lakukan di Thebes adalah hasil dari kehendaknya sendiri."
Teiresias mengatakan bahwa Oedipus bertanggung jawab atas pembunuhan Laius, kemudian dia mengatakan bahwa ramalan lama itu bohong.
Seperti ayahnya, Oedipus juga mencoba mencari cara untuk melarikan diri dari nasib mengerikan yang diramalkan oleh orakel Apollo. "Oedipus tidak memiliki kehendak bebas atau pilihan pribadi untuk masa depannya atau takdirnya," jelas Udoy.
Efek ramalan itu tidak dapat dihindari, menunjukkan peran takdir yang kuat dan seringkali menyedihkan dalam mitologi Yunani.
Takdir adalah faktor penting yang menentukan alur cerita dan juga bertindak sebagai penghalang bagi kehendak bebas Oedipus.
"Akhirnya, kita bisa mengatakan bahwa takdir adalah kekuatan ilahi yang mengendalikan kehendak bebas dan menentukan kehidupan seseorang, jadi tidak peduli seberapa keras Anda mencoba menghindari takdir, takdir itu akan datang dengan sendirinya karena sudah ditetapkan," simpul Udoy.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR