Jiwa manusia berusaha mencari kebijaksanaan dan kesempurnaan melalui akal. Namun, selama jiwa terikat pada tubuh, pencarian ini terhambat oleh ketidaksempurnaan dunia fisik, karena jiwa ditarik oleh tubuh ke dalam wilayah yang berubah-ubah membuatnya "berkelana dan bingung".
Jika jiwa mampu membebaskan diri dari ketidaksempurnaan dunia fisik dan mencapai ikatan dengan yang tidak berubah, maka jiwa itu akan mencapai keadaan gaib.
Jiwa Bersayap dan Alegori Kereta Kuda
Menurut Socrates dan Plato, jiwa-jiwa melakukan perjalanan menuju surga. Jiwa ini digambarkan sebagai kereta bersayap dengan dua kuda yang dikendalikan oleh seorang kusir.
Kusir melambangkan bagian rasional dari jiwa, yaitu kemampuan manusia untuk berpikir dan menilai.
Salah satu kuda melambangkan bagian jiwa yang penuh semangat, terkait dengan emosi kuat seperti amarah dan keberanian. Kuda lainnya mewakili bagian nafsu, yang berhubungan dengan kebutuhan fisik seperti lapar, haus, dan hasrat.
Saat jiwa melakukan perjalanan, mereka mencapai titik di mana mereka bisa melihat melampaui langit, tempat kebenaran mutlak berada.
Di titik ini, kuda-kuda menjadi tenang dan patuh, mengikuti perintah kusir. Jiwa para dewa dapat dengan damai merenungkan esensi dan kebenaran segala hal.
Namun, hal ini berbeda untuk jiwa manusia. Kuda yang melambangkan bagian semangat berwarna putih, berdiri tegap dengan postur sempurna.
Kepalanya terangkat tinggi, dengan hidung mulia dan mata hitam. Kuda ini bangga, tetapi tetap terkendali, jujur, dan terhormat. Ia mengikuti perintah kusir tanpa perlu dicambuk.
Baca Juga: Akhir Pilu Tokoh-tokoh Penting Yunani Kuno, Ada yang Mati Kelaparan
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR